Rabu, 26 Juli 2023

Menyapa Dewi Anjani dari Puncak Rinjani

Bermimpilah dan kemudian bangun untuk mewujudkannya...

Rinjani, aku dataaaaaang....

Sebenarnya ini moment 8 tahun lalu, namun baru kali ini saya dapat menceritakan perjalanan saya ke Rinjani. 

13 Mei 2015

Perjalanan kali ini saya ditemani Jackson, Rian dan Hanif, dimulai dari kantor di daerah Thamrin menuju bandara Soetta untuk menumpang L*on Air, karena hanya maskapai tersebut yang mempunyai jadwal penerbangan paling malam ke Mataram dan tentu saja dengan tarif yang lebih ekonomis.  Tak terasa 2 jam sudah kami berada di dalam si burung besi ini, Alhamdulillah tak ada guncangan yang berarti selama perjalanan di atas, pun saat landing. Saat mengambil bagasi, terlihat juga beberapa penumpang baik domestik maupun foreigner menggendong carrier besar, ingin mendaki Rinjani juga mungkin.  Jarak kota Mataram dari bandara Lombok Praya masih cukup jauh, dan harga taksi yang ditawarkan lumayan mahal, maka DAMRI adalah opsi terbaik saat itu. Setengah jam berlalu dan kami tiba di Mataram sudah terlampau larut.

Untuk mendaki Rinjani kami tidak meng-hire guide ataupun porter, kebetulan kami mendapat referensi dari rekan yang pernah sebelumnya ke Rinjani. Yups, kami meminta bantuan kawan-kawan dari IKIP Mataram untuk men-support kami selama pendakian. 10 menit menunggu di pool DAMRI Mataram, akhirnya tampak pula kawan-kawan IKIP datang menjemput menggunakan 4 motor. Kamipun bermalam di kampus IKIP Mataram dan paginya bersiap menuju Sembalun. 

Rinjani sendiri memiliki nilai spiritual bagi orang Hindu Bali dan suku Sasak. Bagi orang Bali, Rinjani adalah satu dari tiga gunung yang disucikan karena dianggap tempat tinggal para dewa, setelah Semeru dan Agung.

14 Mei 2015

Perjalanan dimulai dari Kampus IKIP Mataram ditemani oleh bang Amar & bang Dion menuju Sembalun, pos pertama kami memulai pendakian. Setelah melewati savana dan hutan-hutan dengan tracking panjang dan melelahkan, akhirnya sore itu kami tiba di Sembalun Pelawangan. Dari titik ini puncak Rinjani sudah terlihat jelas dan tendapun mulai didirikan untuk kami beristirahat. 




15 Mei 2015

Setelah kembali mengumpulkan energi, kamipun memulai pendakian pada pukul 2 dini hari untuk summitSempat berhenti lama saat mendekati puncak, karena fisik yang melemah dan medan berpasir yang cukup sulit untuk didaki. Riuh sorakan dari pendaki lain yang terus memberi semangat kepada saya, "ayo mas, 5 menit lagi sampai loh...udah keliatan itu puncaknya", kata mereka. Alhamdulillah, I can prove to myself. MasyaAllah.. maka nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan. Haru, tak percaya dan bangga karena saya bisa sejauh ini melangkah. Selepas itu saya hanya duduk, menatap gugusan awan yang mungkin hanya berjarak sejengkal, mengagumi kuasa Allah sambil berbisik, permudah saya untuk kembali.


Turun dari puncak dan berpapasan dengan pendaki lain yang baru akan summit adalah suatu yang luar biasa, kenapa? karena meski tak saling kenal tapi kami saling lempar semangat. Alhamdulillah, tiba kembali di Pelawangan dengan baluran counterp*in di kaki dan betis. Perjalanan dilanjutkan ke Segara Anak sore harinya, butuh waktu sekitar 5 jam perjalanan untuk sampai kesana. Sunyi, gelap dan track yang kadang tidak jelas terlihat menjadi kendala perjalanan malam ini. Tiba di Segara Anak dan kamipun mendirikan tenda untuk me-charge energi.


16 Mei 2015

Pagi menjelang dan masyaallah, baru sadar kalo tempat ini indah luar biasa. Tak henti bibir ini mengagumi surga kecil ini, danau yang jernih, ikan yang tak kunjung habis untuk dipancing, mata air yang bisa langsung di konsumsi, air hangat yang dapat meredakan pegal dibadan dan banyak lagi keistimewaan Segara Anak.




 


Hanya semalam memang ditempat indah ini, belum puas rasanya namun kami harus menyudahi perjalanan ini menuju pos Senaru.  Tak banyak yang bisa saya ceritakan, yang pasti selama perjalanan, saya merasakan, putus asa, air mata, haru, lelah, tawa, dan doa yang tercampur menjadi air semangat yang luar biasa

Terimakasih teman-teman IKIP Mataram yang sudah mensupport kami selama mendaki, sehat-sehat terus ya kalian..

Rabu, 25 Februari 2015

Melambung Tinggi ke Bukit Tinggi


Bandara Minangkabau
Citilink mendarat dengan mulusnya di bandara International Minangkabau. Pagi itu bumi minang tampak cerah dan semoga saja akan terus begini hingga 2 hari ke depan. Seperti biasanya, sopir travel sudah saling berebut penumpang ketika melihat segerombolan penumpang keluar dari bandara. Saya sendiri segera menuju pool Damri untuk menuju kota Padang untuk eksplore Padang kecil-kecilan, karena saya memang sengaja ingin langsung ke Bukittinggi siangnya. Damri yang saya tumpangi ngetem lumayan lama, maklumlah...masih menunggu penumpang dari maskapai lain karena seat di bus belumlah terisi penuh. Bayar 21K dan 45 menit kemudian tibalah saya di Jl Imam Bonjol (pemberhentian terakhir Damri). Dari sini bisa langsung ke museum Adityawarman dan jalan-jalan ke pasar. Kebetulan ada kawan yang berniat baik mengantarkan saya ke pool bus mikro (ELF) tujuan Bukittinggi, saya lupa nama tempatnya hanya saja saya mengingat dekat dengan Basko Plaza

Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam, sayang cuaca di Sumatra Barat ini lagi semaunya, kadang panas cetar eh tiba-tiba turun hujan. Lewat dari separuh perjalanan, saya seharusnya turun di obyek wisata air terjun Lembah Anai, namun karena hujan cukup deras jadi saya memutuskan untuk melihatnya dari sisi kanan jendela ELF saja.

Tiba di simpang Jambu, dan saya diturunkan oleh bang sopir dan ditagih untuk bayar 20K. Lanjut naek angkot dan turun di tempat jam gadang berada dengan membayar 2,5K. Kawasan itu ternyata penuh sesak oleh warga yang sekedar kongkow atau berbelanja sore itu. Sudah pukul 17.10 wib ternyata, dan saya belum mencari penginapan untuk menginap. Segeralah saya bergegas mencari Jl Teuku Umar mencari Hello Guest House yang katanya sudah menjadi langganan para Backpacker. Tanya-tanya ke orang sekitar kok pada nggak ngeh yah? Akhirnya istirahat sebentar beli jus alpukat dan bilang pengen ke STIE atau masjid Kampung Cina, baru deh pada ngeh. Sedikit tips, orang-orang di Bukittinggi ga begitu hapal dengan nama jalan tetapi mereka lebih mudah menghapal bangunan atau landmark yang sudah terkenal. Menurut info yang punya kedai, saya cukup naik angkot yang berwarna merah dan harus carry, bukan yang kijang karena angkot tersebut melewati rute tersebut. Baiklah, sayapun menurut dan segera menyetop angkot merah tersebut. Dapet angkot yang sopirnya heboh banget, jadi bisa tanya-tanya soal Bukittinggi. Abang sopirnya tanya mau kemana, saya jawab STIE dan katanya nanti saya akan diturunkan disana. Karna keasyikan ngobrol akhirnya terlewatlah STIE itu, dan sayapun akhirnya malah ikutan abang sopir keliling kota Bukittinggi. Melewati pasar, sampe ke terminal Aur Kuning dan kita ngopi sebentar disana kemudian lanjut mencari penumpang yang mulai jarang karna hari sudah menjelang malam. Sayapun diturunkan tepat di di depan STIE persis didepannya Masjid Nurul Haq kampung Cina dan abang sopir tak mau saya bayarkan ongkosnya karna merasa sudah ditemani satu rit (satu putaran penuh trayek). Baiklah, lumayan irit, bisa dipake untuk lain uangnya :).

Untunglah Hello Guest House terlihat dari ujung jalan, jadi saya tidak perlu bertanya lagi, namun saat itu guest house sedang direnovasi, jadi tidak bisa menerima tamu. Hotel-hotel disebelahnya juga sudah penuh, dan jadilah saya kembali berjalan kaki mencari tempat singgah yang murah meriah. Akhirnya saya mendaratkan kaki di hotel Orchid yang tidak jauh dari Hello Guest House. Ketemu sama yang punya hotel, ngobrol soal culture di Bukitinggi sampe nanya soal makanan yang ajib. Sang empunya hotel merupakan keturunan Chinese yang sudah menetap di Bukittinggi cukup lama dan menurut informasi yang saya terima, tidak pernah ada isu sara yang terjadi di Bukittinggi...salut buat toleransi beragamanya *kasihjempol.

Selepas magrib saya mulai berkeliaran diseputaran Jam Gadang. Malam itu udara Bukittinggi cukup sejuk, maklumlah baru saja gerimis mengguyur kota ini. Menyusuri jalan menuju areal Jam Gadang seorang diri itu rada garing, untungnya orang-orang disini ramahnya luar biasa, jadi ga begitu kesepian jalan-jalan sendirinya. Areal Jam Gadang cukup padat malam itu, mall yang berada didekatnya terlihat ramai ditambah atraksi badut dan tukang foto keliling yang lalu lalang membuat Jam Gadang terasa begitu gempita di malam minggu ini. Puas dengan keramaian saya memutuskan mencoba sate Padang dari ranah minang langsung, rasanya tak jauh berbeda dengan yang saya pernah coba di Jakarta, tapi sensasinya itu loh...luar biasa hehehe. Tak lupa saya pesan minum es buah disebelah warung makan, dan terlibat lah obrolan seru dengan Ari sang penjual es. Ari janji mo nemenin jalan-jalan besok pagi, yeye...lalala...yeye..lalala. Setelah selesai sayapun kembali ke hotel dan bergegas istirahat mengumpulkan energi untuk esok.

Ki-Ka : Kota Bukittinggi dari areal Jam Gadang - Jam Gadang yg fenomenal - Pasar bawah - Bendi (andong) - Entah Marapi atau Singgalang - Sate Padang

Selamat pagi Bukittinggi....
Ari tak kunjung tiba dan tak ada kabar, mungkin dia lelah. Akhirnya saya putuskan berjalan kaki sekedar menyasarkan diri. Destinasi pertama, Ngarai Sianok...

Ngarai Sianok
Jalan lagi menuju Janjang Koto Gadang

Janjang Koto Gadang

Lanjut ke Lubang Jepang

Lubang Jepang

Capek meniti ratusan anak tangga, akhirnya saya menyempatkan sarapan eh makan siang dengan menu bubur kampium dan pical ayang, beginilah penampakannya..

Bubur Kampium dan Pical Ayang
Kembali ke hotel, mandi dan check out. Tiba-tiba terdengar bunyi handphone tanda panggilan masuk, dari Ari ternyata. Ari baru bisa menemani saya siang harinya karena ada urusan yang harus dikerjakan. Tak apalah setengah hari, yang penting saya punya teman ngobrol sepanjang perjalanan nantinya.

Kami janji bertemu di depan Ramayana areal Jam Gadang, siang saja ramainya kaya pasar apalagi sorenya...jadi agak sulit menjumpai Ari. Sosok pria bercelana pendek menggunakan sweater putih tiba-tiba datang menghampiri, Ari ternyata. Dan dengan sigapnya Ari langsung mengantarkan saya berkeliling kota Bukit Tinggi setelah sebelumnya minta maaf karena baru bisa datang. Lanjut lagi, kali ini ke kebun binatang Kinantan, Benteng Fort de Kock dan rumah Bung Hatta. Tak lama memang, hanya sebatas singgah karena saya harus segera kembali ke Jakarta malam nanti. Banyak cerita soal kehidupan, banyak cerita yang kita bagi dan suatu saat nanti ketika Ari ke Jakarta, kami berjanji akan bertemu dan kembali berbincang seperti hari ini.

Jembatan Limpapeh
With Ari
Museum Rumah Adat Baanjuang
Saya harus menyudahi perjalanan ini, kembali menempuh 2 jam perjalanan menuju kota Padang dan langsung ke Minangkabau Airport. What a great time, thank u Sumatera Barat...never regret for being here.

Senin, 24 Februari 2014

Keliling Belitong Bersama Laskar Kuali

Cerita kali ini lagi-lagi tentang perjalanan saya menyebrang pulau dengan tiket promonya Citilink, cukup 110K for return ticket dan sayapun terbang ke negrinya Andrea Hirata...dan beginilah ceritanya,

Menerjang hujan yang mengguyur Jakarta malam itu benar-benar suatu perjuangan, mulai dari angkot terakhir menuju terminal, busway yang entah berapa lama tak kunjung datang hingga Damri terakhir menuju bandara pun meninggalkan saya, dan mau tak mau saya harus bermalam di stasiun Gambir menunggu bus paling pagi menuju bandara *padahal niatnya nginep di bandara. Tidur saya tak nyenyak malam itu, dingin yang terus merangsek masuk menembus jaket saya, berharap hujan mereda sehingga saya bisa melanjutkan tidur tanpa perlu menggigil.
 
 Day one 

Pagi itu di Tanjung Pandan
Subuhpun menjelang, saya pun segera bergegas menuju bus yang sudah bersiap untuk berangkat. Tiba di Soetta, check in, menuju boarding gate dan leyeh-leyeh dengan sesekali memejamkan mata menunggu panggilan masuk ke dalam pesawat. Pukul 05.55 pesawat tinggal landas dan 1 jam kemudian saya sudah tiba di Bandara H AS Hanandjoeddin Tanjung Pandan. Keluar bandara dan baru sadar kalo bandaranya minimalis banget, baru juga keluar pesawat eh udah keluar ke gedung bandara. Sopir-sopir travel segera menyerbu dan dengan kalemnya saya bilang sudah dijemput teman, padahal mah boro-boro punya temen, kesini aja baru pertama kali hahahaha. Sempet clingak clinguk dan akhirnya saya sepakat menerima tawaran Pa Andol untuk mengantarkan saya ke kota Tanjung Pandan dengan biaya 30K.

Masih merasa ga percaya sampai juga saya di pulau ini, tiba-tiba ada yang menghampiri saya, ngobrol-ngobrol sebentar dan ternyata dia juga senasib, dapet tiket promo dan sendirian pula...alhamdulillah, akhirnya punya temen juga. Namanya Bobby, adiknya akan menyusul esok harinya jadi hari ini rencananya saya akan mencontek itinnya Bobby saja, maklum belum sempet browsing. Soal penginapan paling banyak hotel Surya yang direkomendasiin, tapi saya telah membooking hotel mendanau untuk 2 malam seharga 220K/2 nights via booking.com. Bobby yang belum membooking hotel akhirnya pasrah ikut sehotel dengan saya. Oiya, sebenarnya saya juga sudah janjian dengan Indah di kota ini. Indah saya kenal dari salah satu komunitas jalan-jalan dan diapun senasib dengan saya dan Boby, tiket promo dan solo trip. Indah sudah di Tanjung Pandan sehari sebelumnya jadi setidaknya Indah sudah mengenal kota ini lebih baik daripada kami berdua.

Tadinya saya berniat bergabung dengan rekan dari Couchsurfing yang kebetulan juga sedang berada di Belitong, mereka berencana hoping island menuju icon-nya Belitong...Pulau Lengkuas dengan mercusuarnya itu. Mereka sudah berada di Tanjung Tinggi bersiap ke Lengkuas namun ombak terlalu tinggi sehingga tidak ada perahu yang nekat berlayar kesana dan mereka memutar arah menuju Gunung Tajam untuk menceburkan diri di Air Terjun Gurok Beraye. Saya yang posisinya masih di kota Tanjung Pandan akhirnya memilih untuk susur pantai di Belitong Barat saja barengan Bobby dan Indah.

Kira-kira setengah jam dari saya merebahkan diri di kamar hotel, sebuah pesan melalui whatsapp masuk ke handphone butut saya, dari Indah ternyata yang sudah berada di lobby hotel. Kenalan sama Indah plus teman manisnya "Mita". Sayangnya Mita nggak bisa join dengan kami, jadilah kita bertiga (Bobby, Indah dan saya) yang akan menyasarkan diri dipulau ini. Bobby pun menyewa motor seharga 70K/day (rada mahal ye), dan perjalananpun dimulai. Oiya, karna Mita tidak bisa ikut makanya kami bisa pinjem motornya (lumayan irit hahahaha). Mita tuh asli Belitong, tapi kebetulan lagi ada acara keluarga jadi ga bisa nge-guide kita. Udahlahhh...ga usah mbahas Mita, ga akan bakalan kelar ditulis disini :)

Berhubung belum sarapan akhirnya kita memutuskan mencoba Mie Belitung yang katanya fenomenal itu. Ambil arah ke Jl Sriwijaya trus parkir motor di depan warung Mie Belitung Atep yang konon udah terkenal. Pesen dan beberapa menit kemudian...taraaaaa...mie khas Belitungpun sampai juga dimeja kami. Kesan pertama, mmhh...biasa aja sih, trus mulai icip dan mmmhh...teteup biasa. Mie Belitung adalah mie kuning yang disiram kuah udang dan ditaburi bakwan udang, irisan timun, potongan kentang rebus, udang rebus, emping melinjo dan taoge, saya nggak bisa gambarin rasanya cuma saja memang tidak cocok dilidah saya, setidaknya saya tidak lagi dihantui penasaran rasa mie ini. Harganya kalo ngga salah dibandrol 10K, trus es jeruk kuncinya 5K, lumayanlah...ga sampe jual celana hehehe.
Sarapan Mie Khas Belitong
Mie Belitong
Lanjooooottt...
Setelah mengisi perut akhirnya kami bertiga mulai menyasarkan diri di Belitong ini, entah karna salah waktu atau bagaimana tapi selama perjalanan bermotor ria, cuacanya rada labil, kadang ujan kadang panas kadang cuma mendung, jadi terkadang kita neduh dulu menunggu cuaca kembali kondusif. Tujuan kali ini cuma mo mantay, yups...kita mo ke Tanjung Tinggi, Tanjung Kelayang, Tanjung Binga (berharap bisa hoping island ke pulau Lengkuas), dan bukit Berahu.

Setelah sekitar 1 jam perjalanan kamipun tiba di Pantai Tanjung Kelayang, sumpah, ini pantai bener-bener kece banget, bener-bener bikin mabuk kepayang. Pasir pantainya aluuuusss, yang paling menarik adalah batu-batu besar khas pantai di Belitong ini....ajiiiiiib. Pengen rasanya langsung nyebur tapi saya lupa ga bawa pakaian ganti hahaha. Berhubung kamera rusak, jadi cuma ngandelin kamera si Indah aja buat narsis-narsisan alay anak muda :p

Sail Wabe Pantai Tanjung Kelayang
Puas di tanjung kelayang kami lanjut ke tanjung tinggi, pantai yang merupakan tempat lokasi syuting film Laskar Pelangi, mendadak jadi melankolis gitu...nyanyi2 lagunya Nidji yang jadi soundtrack filmnya. Dan disinilah kami bertiga sepakat menyeburkan diri dipantai ini, sumpah ini pantai ga kalah kece sama pantai yang tadi. Maen ciprat-cipratan air sembari sesekali membenamkan tubuh kedalam air membuat kami basah kuyup. Belum puas rasanya tapi kami harus segera menyudahi kegiatan kami disini. Kelaparan yang tidak bisa kami bendung membuat kami memutuskan untuk melipir ke tempat makan yang berada tak jauh dari sana. Order cumi saos mentega, ikan goreng, cah kangkung, udang saos padang, cumi goreng tepung,es teh manis, kopi hitam dan es kelapa muda habis 96K kalo dibagi 3 berarti sekitar 32K.
























Pantai laskar pelangi
Tingginya batu-batu di Tanjung Tinggi

Tanpa menunggu celana kering, kami kembali melanjutkan perjalanan. Kali ini mampir ke kampung nelayan Tanjung Binga sembari melihat pulau lengkuas dengan mercusuarnya diujung sana. Sebentar saja dan kami lanjut ke Bukit Berahu.
Bayar 2K dan kami mulai menjelah tempat ini. Ada sebuah restoran dengan view laut dan cottage yang disewakan juga. Tak lupa ada kolam renang yang tidak terlalu luas disana. Kami pun mulai menuruni anak tangga kembali menuju pantai, sekedar tiduran dan menanti sunset. Sejam berlalu, mataharipun tak terlalu nampak tenggelam akhirnya kami putuskan kembali ke kota Tanjung Pandan...motoran lagi. Oiya, disini tuh jarang banget ada pom bensin, sekalinya ada premiumnya abis. Jadi kalo mo motor-motoran bisa beli bensin eceran, banyak kok yang jual dipinggir jalan dan dijual sekitar 7K/liter.

Tiba di Tanjung Pandan, kembali ke hotel dan mulai memisahkan diri. Indah kembali ke rumah Mita, saya dan Bobby kembali ke kamar masing-masing. Ternyata Puguh (anak CS) menghubungi saya dan mengajak kopdaran, meski lelah sayapun mengiyakan ajakan itu. Barengan Bobby akhirnya saya tunggu Puguh sembari makan sekoteng di bunderan batu meteor. Ketemu Puguh, Nizar dan lainnya kamipun menuju Pantai Tanjung Pendam. Disini merupakan pusatnya hiburan di Belitong, banyak cafe yang meyajikan live music yang dijadikan tempat nongkrongnya anak muda disini. Tak lama memang, sekitar satu jam saja, saya dan Bobby memutuskan untuk segera kembali ke hotel dan berpamitan dengan Puguh cs. Bobby masih lanjut hunting kuliner sedangkan saya, tepar langsung dikamar sembari menyruput popmie ditambah 2 buah roti yang sudah saya beli tadi pagi.


Day Two

Bobby hampir telat menjemput adiknya si Dimas, kelelahan akibat perjalanan kemarin sepertinya. Mereka akhirnya memutuskan untuk pindah hotel ke hotel Surya di Jl Depati Endek. Ketemu Indah lagi dan kami mulai kembali perjalanan yang super melelahkan ini by motorcycle...Belitung Timur. Sebelum berangkat kami mampir dulu ke Kedai kopi Kong Djie biar matanya melek sampe di Manggar.

Ngopi pagi di kedai kopi Kong Djie
Perjalanan kami tempuh sekitar 2 jam, dan setelah perjalanan panjang itu, kamipun tiba di Manggar. Jalanan di Belitong itu aluuuusss, muluuuuss dan sepiiiiii bingit. Ada pengalaman irit disana, ceritanya kami kan mampir disebuah warung kopi dan bertanya obyek wisata di Manggar sama 2 orang bapak-bapak yang sedang asyik ngopi. Sembari ngapalin jalan kita pesen tuh minum, ada kopi ada es teh, nah pas kita mau bayar ternyata kata yang punya warung, jajanan kita udah dibayarin sama bapak yang tadi...#makasih ya Pak. Entah kesiangan atau kenapa, ketika kami tiba di pasar Manggar, toko-toko banyak yang tutup, apa karena ini hari Minggu yah? *masih ngga tau kenapa.

Lanjut ke Bukit Bendera, mo liat Belitong dari atas, biar keliatan semuanya. Dalam perjalanan kita ngelewatin rumah dinasnya Bupati Belitung Timur yang ternyata masih adiknya Ahok (Wagub Jakarta), males mo foto karna udah kucel banget.

Bukit Bendera taken by my BB 8230
Jalan lagi dan kamipun terbius untuk mengunjungi kuil Dewi Kwan Im, jauh bangeeeeeddd ngeeed ngeed. Dan ternyata jauh dari ekspektasi kami :(, sebenernya kami juga mau ke pantai burung mandi tapi karna dari tempat ini sudah keliatan dikit pantainya akhirnya kami urungkan untuk kesana.

Ceritanya ke Kuil Dewi Kwan Im


Lanjut ke Gantong, mau ke museum kata Andrea Hirata sekaligus ke SD Muhamadiyah Gantong yang happening itu.
Ngupi di Museum Kata
Ngeksis di Musem
Bengong
Replika SD Muhammadiyah Gantong
Our way back home to Tanjung Pandan
Kembali menempuh perjalanan panjang, akhirnya saya meyerah dan saya dibonceng Indah, sedang Dimas dan Bobby saling tukar kemudi. Tiba di Tanjung Pandan dan kami putuskan mengisi perut lapar kami di Rumah Makan Belitong Timpo Duluk. Interior rumah makan ini cukup khas, ornamen-ornamen zaman baheula tetap eksis disini. Saya serasa sedang makan pada masa-masa 'itu', kental banget suasana masa lalunya ditambah makanan yang disajikan merupakan makanan 'kampong' khas Belitong. Kami memesan Gangan (sop ikan ) dan teman-temannya. Puas makan dan cekikikan di tempat itu, akhirnya kami lanjut perjalanan untuk membeli oleh-oleh. Motor kita laju menuju pusat oleh-olehnya Belitung di KUMKM yang sampe sekarang kita juga nggak tau itu singkatan apa, hahaha. Baru sadar kalo duitnya menipis, akhirnya kami gak jadi beli oleh-oleh tapi malah kepincut beli durian dan mencicipinya di pinggir jalan hahahaha.

Gangan dan temen-temennya
Icip Durian
Kembali ke hotel masing-masing dan kamipun berpisah, saya dan Indah akan kembali ke Jakarta esok, sedangkan Bobby masih sehari dan Dimas lebih lama lagi, 2 hari lagi di pulau ini.

Day Three

Tadinya Bobby sama Dimas berniat menganterin kita ke bandara, karna motornya hanya ada satu akhirnya saya dan Indah ke bandaranya dianterin sopir travel yang kemaren 'dipake' Indah. Mulut manisnya Indah berhasil loh, rayuan mautnya berhasil membuat abang travelnya ikhlas cuma dikasih 50K buat berdua (irit 5K perorang). Ga sempet beli oleh-oleh, ga sempet foto-foto di monumen Batu Meteroid, pokoknya ga sempet ngapa-ngapain deh...maklum ngejar waktu takut ketinggalan pesawat karna saya belum sempet check in juga. Bilang terima kasih sama abang-abang travelnya trus masuk bandara. Airport tax di sini ternyata cukup murah, cuma 11K, beda sama di CKG yang mbandrolin airport tax-nya 40K. Emang sih secara fasilitas kalah jauh tapi bagi saya airport tax murah ato bahkan free is the best lah hahaha. Delay sebentar dan akhirnya si burung besi mulai meninggalkan negri laskar pelangi. Tiba di Jakarta, kembali dengan realita dan kembali mengumpulkan pundi-pundi uang untuk trip berikutnya...yeah, this is life man.



Thanks to :
  1. Indah Saraswati, Bobby dan Dimas yang udah bikin trip ini ga lagi garing...dapet salam tuh dari kuil Dewi Kwan Im...hahaha
  2. Bapak-bapak yang udah mbayarin jajanan kita saat perjalanan ke Manggar, tau gitu kita mesen nasi sekalian :p
  3. Om Puguh and friends yang mbawa saya sedikit hedon ke Tanjung Pendam
  4. Citilink for the promo ticket, makin sering makin love u full :)
  5. Punten, untuk beberapa  foto2 diatas saya ambil dari beberapa sumber
  6. At leat but not last...Allah SWT for make it happened