Selasa, 27 Desember 2011

Sejenak Menikmati Kegelapan Abadi di Goa Buniayu

Welcome to Buniayu Cave with Dea & Frida
Sore itu handphone butut saya bergetar pertanda adanya pesan masuk. Ternyata dari Thamrin yang menawarkan seat-nya untuk caving di Goa Buniayu Sukabumi tanggal 24-25 Desember ini. Tanpa pikir panjang saya pun langsung berkata "iya" untuk menggantikan posisi Thamrin. Dua hal yang membuat saya tertarik untuk ikut bergabung menjelajah Goa Buniayu, medan yang cukup menantang dan tentu saja rappelling di curug Bibijilan. Berbekal tiket approval dari Thamrin sayapun confirm dengan Farida selaku empunya acara dan taraaaaa....nama sayapun akhirnya masuk kedalam list peserta yang berjumlah 15 itu. 

24 Desember 2011

Meeting point yang disepakati adalah di stasiun Bogor pukul 16.00 WIB karena kami akan menggunakan kereta Bumi Geulis yang berangkat pukul 17.00 WIB menuju Sukabumi. Tabiat saya yang selalu datang mepet-mepet ternyata belum hilang. Pukul 16.35 saya masih didalam kereta commuter line menuju Bogor, saat itu kereta baru beranjak meninggalkan stasiun Citayam. Sms dari Farida dan telpon yang berkali-kali dari Nadia membuat saya kelimpungan untuk mencari alasan mengapa bisa telat. Untungnya 15 menit sebelum keberangkatan saya sudah tiba di stasiun Bogor.

Kereta Bumi Geulis ternyata sudah penuh sesak dengan penumpang, pintu-pintu gerbong sudah tertutup padahal Bumi Geulis sendiri baru berangkat pukul 17.00 WIB. Maklum saja, kereta diesel ini hanya sekali mengantarkan penumpang dari dan ke Sukabumi. Mencoba menghubungi Nadia dan akhirnya saya berada satu gerbong dengan Nadia, Melli, Teddy dan Freddy. Pukul 17.05 kereta pun berangkat, telat 5 menit dari jadwal yang sudah ditentukan. Mencapai stasiun Maseng kereta berhenti cukup lama, entah ada apa tapi yang pasti distasiun ini si ular besi berhenti cukup lama. Perjalanan kali ini cukup unik, mulai dari kereta yang delay, mogok, berjalan mundur...pokoknya komplit ber-Bumi Geulis kali ini.


Sesaknya Bumi Geulis with Nadia, Melli & Freddy
Sekitar 3 jam perjalanan barulah kami tiba di stasiun Sukabumi. Sambutan hangat dan senyum ramah Nissa dan Aldo menyambut kedatangan kami. Oiya, tambah kawan baru lagi..Ari, Intan, Saleh, Uci, Ekky dan tentu saja Syarif serta Farida. Tiga jam lebih berada didalam perut si ular besi membuat perut kami berdemo untuk segera diisi dan kamipun singgah dipinggiran jalan untuk sekedar mengisi perut sekalian bertemu dengan peserta dari Bandung, Dea, Jun dan Koko. Selesai makan, angkot sewaan yang sudah menanti akhirnya membawa kami dengan dahsyatnya. Rute yang penuh kelokan dibabat habis hanya dengan 1 jam perjalanan, alhasil seorang rekan jackpot lantaran pusing memikirkan pola nyetir sang sopir. Sebagai panduan, apabila kita sudah mencapai Sukabumi, kita bisa langsung ke arah Segaraanten. Setelah tiba di Nyalindung kita akan menemui pertigaan ke arah Nyalindung dan Segaranten, pilih jalur Segaraanten. Sekitar 1.5 km maka kita akan sampai di pintu gerbang Goa Buniayu. Dari pintu gerbang masuk lagi sekitar 500 meter dan sampailah di lokasi wisata Goa Buniayu.

Tiba di homestay, berkenalan dan selang beberapa saat kamipun terlelap...zzz...zzz...zzz

25 Desember 2011

Kokok ayam sudah membangunkan kami pagi itu, selepas shalat subuh kamipun bergegas mempersiapkan diri. Saatnya untuk kami menjajaki Goa yang terletak di Desa Kertangsana Kecamatan Nyalindung diketinggian 773 meter dari permukaan laut. Berbekal helm, sepatu boot dan senter kami pun mulai menyusuri Goa untuk kategori minat umum.

And the journey begin...


Goa Minat Umum
Pose sebelum masuk Goa

Penampakan didalam Goa...


Koko dan Syarif in Pose
Air Awet Muda
Looks like bench
Antri
Penampakan di dalam
Tetep pose meskipun gelap

Puas menelusuri Goa Minat Umum saatnya memenuhi tantangan untuk beraksi pada Goa Minat Khusus. Peralatan seperti baju khusus caving sudah tersedia, cukup dengan 5 menit saja pakaian ini sudah membungkus tubuh kami. Warna bajunya orange, mirip dengan petugas kebersihan, kalo diperhatikan lagi saya rasa kami malahan mirip buah jeruk berjalan hahahaa.

Saatnya mencoba tantangan yang lumayan ekstrim ini, bayangkan saja untuk masuk kedalam Goa kami harus menggunakan tali SRT dan dikerek turun kedasar bumi dengan kedalaman sekitar 18 meter. Awalnya agak menyeramkan saat tali mulai diturunkan mengingat susana gelap dan tempat masuk yang cukup sempit ditambah lagi dengan sebutan Goa Kerek atau Goa Siluman hhhiiiii.... Setelah tali diturunkan agak ke bawah perasaan itu berangsur-angsur hilang berganti dengan decak kagum atas ciptaan sang Kuasa ini. Untuk tantangan awal dapat dikatakan kami lewati dengan suksesnya, belum ada hambatan yang berarti...hahahaa *mendadak angkuh.

The Team
Menuju Goa Kerek
Antri dikerek
Diantara pepohonan
Persiapan pengerekan
Tetap senyum meskipun deg-degan

Mulai menyusuri perut gua dan betapa takjubnya kami dengan stalaktit, stalakmit, flow stone, coloumn,drapery, gourdam, canopy maupun ornamen goa lain yang tertata cantik. Tetesan air dan aliran air yang sejuk sesekali kami lewati. Oksigen kami rasakan masih sangat bersahabat dan yang pasti kami tetap  kesejukan selama berada di dalam perut bumi ini. Sampai pada suatu ketika kami harus melewai medan yang penuh lumpur, kaki kami terjerembab di kubangan lumpur. Langkah kaki kami sangat terasa berat, sesekali sepatu boot yang kami kenakan tertanam dengan kuatnya di dasar lumpur. Moment inilah yang membuka luas pintu tolerasi dan kerjasama kami. Treking caving kali ini benar-benar luar biasa, saya tak dapat menuangkan secara detail tapi yang pasti bagi anda yang benar-benar ingin merasakan sensasi lumpur yang becek dan kotor diperjalanan treking maka Anda harus menyempatkan untuk menjejakkan kaki disini. Memanjat, menuruni batuan karst, meniti jalan sempit, terjerembab di lumpur, merasakan kesejukan aliran air hingga merangkak kami lalui. Tanpa kami sadari ternyata kami sudah melewati setengah perjalanan dan saatnya untuk melepas lelah. Jepretan kamera milik Ari dan Koko membuyarkan lamunan kami, dengan sigapnya kami memasang berbagai pose sebagai bukti kenarsisan kami hahaha.

Berikut hasil pose abstrak kami hahahaha...


Membungkuk bahkan merangkak pun kami lakukan
Lelah
Setengah perjalanan
Sesaat sebelum menikmati kegelapan abadi
Cerianya pasangan ini :p

Tiba-tiba guide kami meminta kami untuk mematikan semua senter dan headlamp, tanpa kecuali. Kami diminta untuk duduk berkumpul dan mulai mematikan sumber cahaya yang ada. Satu persatu senter dipadamkan sampai pada akhirnya pada sumber cahaya terakhir yang berasal dari headlamp sang guide. Hitam dan gelap menyeruak seketika, benar-benar tak terlihat sama sekali. Saking gelapnya tempat ini, maka disebutlah 'Kegelapan Abadi', gelap disini lebih gelap 4 kali ketimbang gelap yang biasa kita rasakan dipermukaan sana. Begitu hening, sunyi, hitam...hanya suara tetes air dan suara binatang-binatang kecil yang terdengar. Kamipun diminta untuk menutup mata kami dan seketika itu juga saya membayangkan bagaimana seorang tuna netra melewati hari-harinya. Semoga moment ini menjadikan saya pribadi yang bersyukur atas nikmat visual ini. Setelah beberapa saat kami tak bisa melihat apapun akhirnya sebuah cahaya mulai terlihat dan betapa menabjukannya...saya merasakan ratusan kunang-kunang tepat didepan mata saya dan berangsung-angsur menghilang setelah saya membuka mata.  Subhanallah...luar biasa.

Kembali melanjutkan perjalanan dengan trek yang hampir sama dengan sebelumnya, namun trek kali ini lebih menantang dan tentu saja sedikit membuat kami pontang panting hehehe. Akhirnya dengan segenap perjuangan dan support dari rekan-rekan semua, team ini pun dapat melewati semua hambatan dan rintangan yang ada. Alhamdulillah...sinar matahari sudah terlihat disudut Goa setelah treking panjang sekitar 3 jam-an ini,,,,,Horraayyy.


Akhirnya keluar Goa juga dengan berlumur lumpur
Berakhirkah petualangan kami setelah ini? Tentu saja tidak, sembari menghirup segarnya udara Sukabumi dan silaunya sang surya kamipun kembali melakukan treking ringan menuju Curug Bibijilan untuk membersihkan diri kami yang penuh lumpur selain untuk ber-rappeling tentunya. Melewati hutan pinus yang diselingi dengan pohon mahoni, agathis dan kaliandra membuat treking menjadi menyenangkan. Setelah treking skitar 20 menit tibalah kami di Curug Bibijilan, segarnya air langsung menggoda kami untuk segera menjamahnya. Byyuurrr...terlihat beberapa rekan sudah menghepaskan tubuhnya masuk kedalam lingkaran air terjun sedang di sudut lain wanita-wanita tangguh ini sibuk membersihkan dirinya.

Teddy dan Jun sudah bersiap untuk ber-rappeling ria diatas sana dan saya yakin mereka merasakan adrenalin yang terpacu ketika menuruni setapak demi setapak curug tersebut. Sayangnya hujan mengguyur Buniayu saat itu, Syarif yang sudah bersiap terjun akhirnya harus menelan kecewa karena harus menangguhkan rappelingnya.


Teddy in action
Finally done
Hujan semakin deras dan kamipun segera bergegas kembali ke base menyusuri hutan cemara kembali. Sampai di homestay dan bersiap kembali ke habitat kami masing-masing. Banyak cerita yang saya dapat dari perjalanan kali ini, kawan baru, teamwork, refleksi diri dan tentunya keindahan Indonesia.

Sedikit tips yang mungkin berguna ;
1. Jangan pernah takut dengan gelap dan kotor saat bercaving.
2. Harap membawa drybag atau case kamera untuk menghidari kamera basah atau kotor karena banyak moment yang bisa diabadikan, sebaiknya gunakan kamera pocket ketika didalam Goa karena untuk DSLR sendiri agak sedikit riskan mengingat medan yang tidak begitu bersahabat.
3. Sediakan headlamp untuk mempermudah treking di tempat gelap, Anda bisa menggunakan senter hanya saja lebih disarankan menggunakan headlamp karena banyak lokasi yang membutuhkan kedua tangan untuk menopang dan akan repot bila kita memegang senter.
4. Siapkan cemilan dan air mineral untuk merecharge energi selama perjalanan (sampahnya dibawa lagi yah :D)
5. Gunakan kaos kaki panjang untuk menghindari lecet-lecet pada kaki ketika mengenakan sepatu boot dan pilihlah sepatu boot yang pas dengan ukuran kaki.

Sekali lagi matur suwun banget buat rekan-rekan yang ikut mengeksplor Buniayu. Special thanks untuk tim photographer (Ari, Koko, Farida dan Nadia), guys gw izin pake foto kalian yah dan tentu saja untuk sang pencipta yang menciptakan keindahan bumi Indonesia

Jumat, 09 Desember 2011

Mengulik Situs Megalitik Gunung Padang

Seorang rekan pernah bercerita tentang adanya situs purba megalitikum di Gunung Padang, tepatnya di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur. Rasa penasaran akhirnya membuat saya bersikeras untuk mencoba merasakan kehidupan di zaman Flintstones. Kebetulan waktu itu saya memang berencana ke Bandung untuk menemui seorang rekan dan tiba-tiba terlintas dalam benak saya untuk mengunjungi situs itu.  Sayapun langsung mengambil handphone butut saya dan memposting tentang situs purba megalitik ini pada sebuah group yang saya ikuti. Akhirnya saya berhasil meracuni 4 korban yang bersedia dengan ikhlas mengulang sejarah. Mereka adalah Dea, Farida, Delima dan Nunu. Dea sendiri memang berdomisili di Bandung sedangkan Farida dan Nunu di Jakarta. Kebetulan pada saat itu Delima juga sedang berada di Bandung jadi kami buat meeting point di stasiun Bandung pukul 7.00 wib untuk mengejar kereta Argo Peuyeum dari stasiun Padalarang. Jangan berpikir bahwa Argo Peuyeum adalah kereta eksekutif, karena sebenarnya kereta dengan 2 gerbong tersebut hanyalah kereta ekonomi dengan harga tiket 1500 saja. Kata "Argo" biasanya memang diperuntukkan untuk kereta dengan kelas eksekutif, saya sendiripun heran mengapa kereta ini dinamakan Argo Peuyeum? Apakah lantaran banyak pedangan yang menjajakan peuyeum atau karena nantinya kita bakal melewati stasiun Cipeuyeum? Entahlah, saya  sendiripun belum menemukan jawaban yang pasti.

Lanjuttt.....

Setelah kurang lebih 1,5 jam dalam perut Argo Peuyeum akhirnya sampai juga kami di stasiun Cianjur. Sebenarnya kami mengajak seorang rekan yang mengaku sudah pernah kesana dengan alasan kita tak perlu repot-repot bertanya untuk sampai di lokasi, namun ternyata mas Buta yang kami harap bisa menjadi guide mendadak 'buta' dan lupa dengan lokasi situs antik itu. Dengan kemampuan bahasa sunda yang dimiliki mas Buta akhirnya kami menyewa angkot. Saya pikir angkot yang sudah kami sewa ini eksklusif untuk kami tetapi ternyata tidak. Supir angkot tetap saja mengambil penumpang yang searah dengan lokasi situs tersebut, jadi jangan heran jika angkot yang kami tumpangi penuh sesak dengan barang belanjaan penumpang.



Jujur saja medan yang ditempuh lumayan membuat perut mual, batu-batu yang masih terjal dan jalan yang tidak selalu mulus menghiasi hampir disepanjang perjalanan. Untungnya pemandangan yang disuguhkan benar-benar luar biasa sehingga rasa mual yang tadinya meraja berangsur-angsur menghilang. Hijaunya pohon-pohon teh yang terhampar serta gunung dan bukit yang menjulang diujung sana membuat perjalanan kali ini tak sia-sia. Kira-kira 1 jam perjalanan sudah kami tempuh dan tibalah kita di TKP.

Saat saya mencapai situs ini maka yang terbayang adalah betapa hebatnya masyarakat purbakala kala itu apalagi setelah saya sampai pada pelataran pertama dengan terseok-seok lantaran mendaki tangga-tangga batu setinggi lebih kurang 30 meter dengan kemiringan hampir 40 derajat tersebut. Di puncak bukit pada pelataran pertama terdapat batu yang menyerupai pintu yang diapit kolom batu berdiri, seperti layaknya gerbang selamat datang.












Ada satu tempat dimana ada sebuah batu yang terletak ditengah-tengah tumpukan batu yang lain dengan posisi batu yang berdiri tegak. Mitos yang berhembus adalah apabila seseorang dapat mengangkat batu tersebut maka apapun keinginannya terkabul. Saya sendiri sebenarnya penasaran dan ingin rasanya mencoba. Namun mengingat berat badan saya yang sepertinya jauh lebih ringan dari batu tersebut membuat urung niat saya. Ternyata bukan hanya saya yang penasaran, ada 4 orang yang saya lihat mencoba mengangkat batu tersebut dan sayangnya usaha mereka harus berakhir dengan kegagalan. Sempat terlihat rasa kecewa diwajah orang-orang itu tapi saya pikir tak apalah, toh semua hanyalah mitos hehehe.

Mendung menggelayuti langit Gunung Padang saat itu, pertanda kami harus segera meninggalkan situs megalitikum terbesar se-asia tenggara ini. Sebenarnya kami ingin melanjutkan perjalanan ke air terjun Cikondang, namun lagi-lagi kami harus menyerah pada sang waktu. 

Selasa, 06 Desember 2011

Mendadak Basah Akibat Cave Tubing ala Kalisuci

Apa ya kira-kira menariknya menyusuri gua? Gelap, lembab, bau kotoran kelelawar dan yang pasti becek. Buang jauh-jauh imaji Anda mengenai hal tersebut dan cobalah hal baru menyusuri gua dengan cave tubing ala Kalisuci. Saya sendiri sebenarnya sudah pernah mencoba cave tubing serupa di Gua Pindul Gunung Kidul. Tenang, nyaman, sejuk, damai dan yang pasti seru. Kita bisa menikmati keindahan Gua dengan cara merendam setengah badan menggunakan ban sembari sesekali melihat sekumpulan kelelawar terbang meninggalkan atap-atap gua.

Lain Pindul lain pula Kalisuci, saat di Pindul kita disuguhkan dengan cantiknya stalaktit, stalagmit dan tenangnya arus air namun di Kalisuci anda bisa sedikit memacu adrenalin karena arus di Kalisuci sedikit brutal. Kalisuci terletak sekitar 10 kilometer dari Wonosari tepatnya di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Gunungkidul. Dengan berbekal 65K Anda sudah bisa menjelajah 3 gua dengan waktu tempuh sekitar 2 - 2,5 jam bahkan bisa jadi lebih lama seperti yang kami alami. Kenapa bisa begitu? jawabannya simple, hal ini terjadi karena seorang rekan selalu membidik tiap moment yang tercipta. Setiap terdengar kata "Narsis Timeee" kami langsung berhenti dan reflek menoleh kearah kamera tersebut. Itulah alasannya kenapa untuk mencapai finish kami bisa lebih lama ketimbang yang lain hihihi. Safety? Tentu saja, peralatan yang digunakan saya rasa sudah cukup memenuhi  standar ketentuan keselamatan seperti adanya helm, decker dan pelampung disamping fasilitas asuransi yang sudah melekat saat kita memulai tubing. Oiya, selesai basah-basahan ternyata kami juga bakal disuguhkan dengan hangatnya semangkok bakso dan teh manis loh.

Peralatan tubing sudah dipasang dan saatnya kami menuju spot tubing.






Penjelajahan susur gua melalui aliran sungai bawah tanah sembari menikmati kokohnya karst dan indahnya gua pun dimulai. Diawali dari Gua Suci, Gua Gelatik dan berakhir pada Gua apa yah? saya lupa bertanya untuk Gua yang terakhir kami lewati ini hehehe. Sejuknya air dan cuaca yang sedikit mendung ditambah arus air yang terus bergolak membuat serunya penjelajahan kali ini.












Tak terasa sudah hampir 3 jam kami berkutat dengan ban dan derasnya air, saatnya mengakhiri perjalanan. Takjub, menganga, basah, perang air, terjungkal, maaf bokong yang terantuk batu dan brutalnya arus air menjadi satu kesatuan yang lekat pada penjelajahan kami kali ini. Tak ada kata yang terucap saat itu selain Subhanallah dan ucapan terima kasih pada sang pencipta atas secuil keindahan yang baru saja kami nikmati.



Kembali ke permukaan dan saatnya menanjak. Kamipun mulai menapaki setiap anak tangga yang sedikit licin dan terkadang tanpa pijakan itu. Dengan bantuan seutas tali yang dijadikan sebagai pegangan ditambah dengan tube dibahu membuat penanjakan tidaklah mudah. Sesekali kami berhenti untuk mengatur nafas kemudian kembali melanjutkan perjalanan. Setelah kurang lebih 20 menit kamipun tiba pada check point terakhir. Tak selang beberapa lama sebuah mobil pick up datang menjemput kami kembali ke lokasi awal. Selepas beristirahat, mandi dan berganti pakaian, semangkok bakso hangat dan teh manis dengan sumringahnya menyambut kami. Satu paket yang menarik bukan?