Sabtu, 29 Desember 2012

Melek Saat Imlek di Petak Sembilan




Sebenernya postingan ini tuh harusnya released bulan Januari-Februari kemaren, tapi karena bulan itu saya lagi berantem sama laptop saya si "Laptoporosis" jadi ga sempet ngelirik blog butut saya, setidaknya sekarang saya sudah mulai baikan lagi dengan si "Laptoporosis", and here is the story...

Imlek tahun ini tak perlulah ke Singkawang, cukup di kawasan Petak Sembilan Glodok, Jakarta Barat saja. Mencoba meracuni Burete (Eno), Ambar, Mba Ade dan Uda Achyar untuk berimlekan bareng. Iming2 nyari kuwaci, kue keranjang, dan ngecenging cici+koko membuat kami sepakat bertemu di halte busway Glodok.

Maklum di Indonesia, janjiannya sih jam 09.00 tapi menjelang jam 10.00 anak-anak baru pada menampakkan batang hidungnya. Dan disinilah kami, setelah sekian lama tak bersua. Banyak cerita mengalir dengan mulusnya dari mulut kami, dari Ambar yang melancong ke Asia tenggara, Uda Achyar yang ke Bira dan cerita menarik lainnya dari Burete dan Mba' Ade. Sembari bercerita kamipun mulai menyusuri kawasan pecinan ini. Terlihat banyak fotographer dan turis mendatangi daerah tersebut. Selain itu, banyak juga koko dan cici yang seliweran disekitaran kami...Ada Andy Lau eh ada Gong Li juga eh ada...Gum, wake up !!! You are in Glodok, not in Beijing !!! *digetok Ambar.

Tahun baru imlek 2563 semakin semarak dan penuh warna, cantiknya lampion dengan baluran warna merah dan emas mendominasi kawasan ini, serta adanya lilin-lilin raksasa yang tingginya bahkan melebihi tinggi saya...sesuatu yang menarik bukan?. Klenteng-klenteng saat itu memang sedang ramai dikunjungi etnis Tionghoa dan pemburu foto tentunya. Sebagai contoh Wihara Dharma Bhakti, wihara ini nampak begitu sesak dengan ramainya orang-orang yang ingin melakukan prosesi sembahyang namun disudut lain tempat ini nampak begitu ramai dengan orang-orang ingin merasakan suasana didalam klenteng, termasuk saya yang "kepo"nya udah pada tahap akut. Pokoknya saya harus masuk dan menjarah...loh? maap, maksudnya masuk dan menjelajah si klenteng ini.

Klenteng sendiri merupakan tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia, karena  di Indonesiapenganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu. Di beberapa daerah, klenteng juga disebut dengan istilah tokong Istilah ini diambil dari bunyi suara lonceng yang dibunyikan pada saat menyelenggarakan upacara (sumber dari wikipedia).

Kembali ke imlek, saat itu klenteng memang terbuka untuk umum, jadi selain etnis Tionghoa terlihat juga beberapa bule dan warga lokal wara wiri disana. Bau hio (dupa) dan lilin yang dibakar mengepulkan asap yang membuat perih mata, di sudut lain terdapat sesajian yang diperuntukkan untuk Dewa maupun Dewi menurut kepercayaan mereka. Hadeeehhh...ga bisa dilewatkan neh, klentengnya keren dan kita harus pose...hahahahaa. Narsis timeeee...*jepret



 









Mata sudah sangat-sangat pedih karena asap dari ribuan hio yang dibakar, kamipun bergegas keluar menuju kerumunan diluar sana. Pertunjukan barongsay yang sangat-sangat atraktif tampil memukau diringi dengan liukan sang naga. Namun sayang, di sudut lain terdapat pemandangan yang sangat kontras dengan kemeriahan imlek. Puluhan pengemis duduk bergerombol dipintu keluar klenteng, mereka tidak sendiri...anak-anak mereka pun dibawa bersama mereka dan sedihnya lagi mereka dipaksa untuk menahan teriknya panas Jakarta...Ckckck.

Puas sudah kami menjelajah klenteng ini, waktunya berburu oleh2...yyyiiihaaaa...kue keranjang, bakpao, kuwaci, es susu kedelai, coklat rocka...I'm coming :)








  

Usai sudah berburu kuwacinya, seru dan pastinya menyenangkan karena saya ditemani oleh sahabat-sahabat istimewa saya. Saatnya melanjutkan ke destinasi berikutnya dan bertemu dengan Budel (Delima) dipasar Asemka.

Minggu, 16 Desember 2012

Beautiful Goodbye

Entah kenapa tiba-tiba mendadak saya ingin mendengarkan lagunya Maroon 5 "Beautiful Goodbye". Mungkin karena dalam minggu ini saya harus mengikhlaskan bos dan seorang sahabat untuk mewujudkan passion mereka. Bos saya, Pa Ridwan adalah sosok atasan yang gokil abis. Beliau ga pernah marah, kalo dicengin malah balik ngecengin, cerdas, bijak dan yang pasti bisa dijadiin teman diskusi yang baik. Inget bener kata-katanya kalo lagi reseh..."cacing calang", entah apa artinya itu hehehehe. Kalo udah sore sering nitip roti Tan Ek Tjoan buat ngganjel perut lapernya, sering nendang ato nonjok ga jelas (maklumlah doski mantan atlit), ato secara tiba-tiba iseng nyentilin kuping. Bajunya ga pernah dimasukin, rapi kalo cuma mau meeting sama direksi. Narsisnya bener-bener akut, demen banget nyanyi meski suaranya pas-pasan. Yupz, itulah bosku...

Lain Pa Ridwan lain pula dengan sahabat saya, Ferry. Ferry juga sedang mencari passionnya dibidang IT. Sosoknya sederhana, irit ngomong dan "irit" juga rambutnya. Masuk pada type melankolis, sosok pemikir yang sok hebat...apa aja pasti dia pikirin, mulai dari detik keberapa dia bisa langsung tancap gas pas di lampu merah sampe prediksi kedepannya kita akan seperti apa. Pinter banget komputernya, cyber crime...selalu berhasil njebol password HRIS saya.  Sok tegar, padahal pernah ke-gap lagi "kelilipan" (baca : nangis) pas diskusi bareng Pa Yudi. Solidaritasnya tinggi banget, ga pernah ngeluh dan ikhlas banget kalo mbantu siapapun itu. Pernah suatu ketika seorang sahabat kami "Ade" kecelakaan, Ferry langsung antusias menghubungi saya, Dika dan Udin, bisa ditebak kan? Pagi buta Ferry udah ke rumah buat nyulik saya dan janjian ketemu sama Udin hanya sekedar buat mbesuk Ade. Pernah juga pas Dika ketinggalan charger laptop, doski rela ujan2an bawa motor ke stasiun Tanah Abang. Terakhir nongkrong tuh pas kita ke Dunkin Buaran cuma ngebahas soal masalah percintaannya dia sekaligus masalah kantor.

Kahlil Gibran mungkin tepat menganalogikan makna perpisahan, "Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan...seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran". Well, saya akan selalu inget saat-saat itu, toh waktu ga akan pernah berhenti  berputar kan? Dan kita harus melewati itu. So...just do our best dan semoga sukses menyertai kita semua, Amin.

Senin, 05 November 2012

Tak Perlu Nyali Gede Untuk Menaklukan Gn. Gede

Kali ini saya tak banyak bercerita, hanya ucapan terima kasih untuk team yang sudah membawa saya mencapai puncak untuk kali pertamanya. Perjalanan meniti hutan mencapai puncak Gede mungkin hampir sama dengan perjalanan saya ke Merbabu.Terjatuh, terpeleset, terkilir, dan yang pasti menerjang guyuran hujan untuk mencapai alun-alun Surya Kencana. Awalnya saya memang agak ragu untuk kembali mendaki, maklumlah fisik memang sedang ngedrop ditambah lagi hari seninnya saya harus berangkat pagi buta ke Balikpapan. Namun, iming-iming budget murah berhasil membuat saya menyerah. Pinjem Deuter+Sleeping Bagnya One dan untungnya matrasnya Esthi belom saya balikin jadi ga perlu pinjem peralatan lagi. Soal kompor, tenda dan lainnya nebeng sajalah dengan yang lain, hehehehe.

Jum'at, 26 Oktober 2012

Meeting point yang disepakati adalah di UKI Cawang. Titip motor dan saya dengan Tomy mencoba bergabung dan mulai SKSD dengan peserta yang lain. Pukul 21.20 WIB dan sebuah truk tentara berhenti dan memarkir di tempat kami berkumpul. Yups, kendaraan inilah yang akan membawa kami ke Gunung Putri. Absensi oleh panita and great....saya ga kebagian tempat duduk dan bisa dibayangkan betapa pegalnya kaki saya sebelum perjalanan dimulai. Tiba di home stay sudah sekitar pukul 01.00 dinihari dan sialnya lagi mata ini ga bisa diajak istirahat, tau-tau kokok ayam sudah cetar membahana pertanda hari baru dimulai....Hooooaaammmzzzzz

Sabtu, 27 Oktober 2012

Siap-siap memulai perjalanan setelah sarapan nasi goreng. Mulai mengatur ulang bawaannya, mencoba membuatnya seringkas mungkin berharap dapat mengurangi beban ketika nanti perjalanan dimulai. Bekal yang saya bawa mulai saya bongkar, dari kopi susu, roti sobek sampai dengan antangin :). Team pertama sudah berangkat dan sayapun dengan sumringhnya mulai melangkah. Langkah pertama, kedua, ketiga...semangat itu masih terlihat, namun setelah 10 menit berjalan akhirnya kata ini muncul dari mulut saya..."Break" !!!






Setelah perjalanan melelahkan itu sampai juga kami di Surya Kencana, cukup ramai Surken hari itu...maklumlah esok adalah hari Sumpah Pemuda, jadi banyak komunitas dan elemen masyarakat yang memang berniat merayakan moment tersebut di Gunung Gede. Surken ternyata indah, hamparan tanah lapang dengan segerombolan edelweis cantik membuatnya menjadi primadona untuk ngecamp. Selain itu sumber air lumayan banyak ditempat ini, jadi bagi yang niat mandi silahkan saja hehehe. Sampai ditempat yang dirasa nyaman, kamipun mulai ribet mendirikan tenda. Taraaaa....tenda sudah berdiri, saatnya mengistirahatkan badan dan kaki yang protesnya udah dari 4 jam tadi. Kembali ke kehidupan saya, lantaran usia yang semakin merenta akhirnya saya hanya berdiam diri ditenda selepas makan malam. Angin dan udara dingin Gede ternyata membuat saya mengurungkan niat untuk eksis diantara peserta yang lain. Bikin kopi susu, gelar sleeping bag dan sayapun senewen dengan hawa dingin yang mulai merambat ke sekujur tubuh.....Aaaarrrggghhh, plis udahan donk anginnya, dingin neh. Zzzz...zzz dan sayapun terlelap.
28 Oktober 2012

Pukul 03.00 dini hari kok ada rame-rame yah, kedengeran seperti orang jualan. Ternyata benar saja, seorang bapak menawarkan barang dagangannya yang berupa nasi uduk dan kopi. Etdah bujug, ternyata di Surken ada yang jualan nasi buat sarapan hahahaha. Plan hari ini cuma hunting sunrise dan menghadiri upacara memperingati Sumpah Pemuda. Kali ini treking ga seberapa jauh, hanya sekitar satu jam kami sudah mencapai puncak Gede. Walaupun rada telat ga liat sunrise karna mentarinya ga sabar nunggu, namun suatu kebanggaan buat saya untuk bisa berada di tempat ini, pagi hari dengan terpaan sinar sang surya....Subhanallah.






Telat untuk ikutan upacara dan akhirnya sayapun cuma masak buat sarapan. Dari kejauhan terlihat peserta upacara tampak antusias mengkuti jalannya upacara. Bentangan bendera raksasa dibentangkan sedemikian rupa membawa nuansa patriotisme modern. Begitu memukau dan sempat merinding sampai pada saat pembacaan teks sumpah pemuda:
  • Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
  • Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
  • Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Selesai sudah prosesi upacara menyambut Sumpah Pemuda, nasionalisme memang tidak bisa diukur dari seberapa banyak kita mengikuti event-event kenegaraan, memasang simbol-simbol kenegaraan, hafal sejarah perjuangan bangsa, khatam dengan lagu-lagu perjuangan. Membuang sampah pada tempatnya, disiplin dalam segala hal sampai dengan mencintai alam Indonesia adalah sikap nasionalisme yang simple dan belum tentu dimiliki oleh setiap rakyat Indonesia. Sepele memang, namun bila hal kecil tersebut bisa kita lakukan, bukanlah hal sulit untuk mengubah image Indonesia yang melulu negatif dimata dunia. Banyak hal yang saya dapatkan dalam perjalanan saya kali ini, tidak hanya sekedar mencoret Gede dari daftar tujuan saya tahun ini namun setidaknya saya belajar untuk mencintai Indonesia se Indonesia Indonesia-nya.

Mulai membongkar tenda dan bersiap turun menuju check point Gunung Putri. Kembali menempuh perjalanan panjang dan berujar....LUAR BIASA !!!

Senin, 01 Oktober 2012

Lost in Singapore...

Ke Singapore cuma 20rb,-? Bisa kok, saya saksi hidupnya.  Meskipun ujung2nya saya harus membayar 300rb PP karena banyak embel-embel biaya lain yang perlu dibayar (bukan Airasia kalo begitu hahahaha)…tapi saya pikir untuk tiket pesawat PP keluar negri, biaya segitu bisa ditolerirlah walaupun waktu keberangkatan masih luaaamaa pisaaaannn.

Setelah sekitar 9 bulan dari tanggal booking akhirnya hari itu datang juga. Ribet ngurus passport sebulan sebelum keberangkatan, nukerin rupiah ke dollar, googling soal Singapore sampe beli bukunya Claudia Kaunang yang bisa ke Singapore cuma dengan 500rb. Saya tidak sendiri, adik saya Desi ‘ciplook’ dengan cerianya nimbrung dalam perngetripan kali ini. Yess…saya berdua adik  mulai menyerahkan passport ke petugas imigrasi dan dengan terpaksanya 150K lenyap sebagai upeti airport tax. Saat berada di imigrasi petugas bandara ga tanya macem-macem tuh, lolos-lolos aja tapi air minum yang saya selipkan didalam tas terdeteksi dan dipaksa keluar dari dalam tas (sedikit tips, air mineral di Singapore mahal loh…siapin aja botol minum dari rumah trus diisi di Bandara yang gratis). Stempel pertama pun mendarat dengan mulusnya di passport saya dan seketika itu saya bergumam, “Horrraayy…akhirnya passport saya udah gak ‘perawan’ lagi”.

Saya memang mengambil penerbangan malam, bukan karena maksud apa-apa tapi karena pada jam segitulah penerbangan yang paling murah. Sebelumnya saya juga sudah membooking kamar di Traveler Inn dan deposit 10 SGD, jadi ketika sampai Singapore dan ditanya dimana kami tinggal, kami sudah punya jawaban yang bisa dipastikan 100 % bener :p

Pengeras suara terdengar nyaring dan apa yang terjadi sodara-sodara? Yuppzzz, delay…!!!! Selamat yah Gum, alamat sampe Singapore tengah malam loh. Demi ke luar negri kami tetap ceria menunggu dan menanti sembari mengisi perut kami dengan nasi kotak yang diberikan cuma-cuma dari pihak Airasia (lumayan bonus makan malam). Sampai pada ketika tuh toa berkoar dan menginfokan penerbangan ke Singapore siap diberangkatkan, dua bocah ini dengan sumringahnya mulai berjalan menuju gate dan sudah membayangkan kesasar disana.

2 jam pun berlalu, dan yippppiiiiii…..Changi International Airport. Bandara disini mewah banget, maklum biasa maen di Bandara dalam negri jadi berasa asing hehehehe. Bule seliweran dimana-mana, etnis Tionghoa, Arab dan India juga bececeran disini selain orang Melayu tentunya. Lantaran delay akhirnya kami tiba menjelang tengah malam. Pihak hostel sebelumnya juga sudah menginfokan bahwa hostel tidak buka 24 jam dan bila kita check in diatas jam 11 malam maka kita akan dikenakan charge 5 SGD/person. Gini caranya bakalan bangkrut, akhirnya saya mengambil keputusan untuk cancel menginap disana dan mulai mencari tempat yang nyaman disudut-sudut bandara untuk menginap. Mulai merebahkan badan dikursi-kursi bandara dan mencoba pijat gratis namun tampaknya tempat tersebut kami rasa masih kurang nyaman. Akhirnya kami menemukan prayer room yang terletak dilantai dasar. Sekalian sholat Isya dan mulai deh gelar sarung buat selimut. AC di bandara dingin bener euy, sleeping bag sepertinya berguna disini.






Pagi itu Singapore diguyur hujan, tidak lebat memang namun mendung masih saja menggelayuti langit Singapore. Jadi dengan terpaksanya kami menunggu hingga hujan mulai mereda. Setelah langit mulai terlihat cerah. kamipun mulai melangkah meninggalkan bandara ini menuju stasiun MRT.

Menuju imigrasi dan lolos setelah gak mudeng saat petugas nanya pake bahasa Singlish-nya nanya tempat kami meninap. Untungnya kami sudah book di Jakarta jadi dengan terbata-bata kami jawab pertanyaan petugas imigrasi bandara tersebut. Sempat kepikiran untuk mengikuti free city viewing di bandara, namun ternyata kapasitasnya sudah tidak memungkinkan akhirnya kamipun langsung beranjak menuju stasiun MRT. Well, this is our first time...jadi harap maklum kalo kita sangat ndeso. Beli tiket aja ribet, semua serba mesin dan mendadak jadi bego hahahaha. Untungnya petugas tiket bisa berbahasa melayu, jadi kami cukup mudah untuk berkomunikasi.

Sebenernya simple, karena pada mesin sangat jelas petunjuknya. Kita hanya tinggal memilih tujuan kita kemudian memasukkan uang kedalam mesin dan criiiing...keluar deh tiketnya.

Disini jadwalnya ontime banget, entah pas kebetulan ato emang ontime yah? hahahaha. Frekuensinya banyak dan keretanya nyaman. Andai saja Jakarta punya sistem dan moda transportasi yang terintegrasi dengan baik disini, pastinya ga akan ada cerita lagi dimana saya harus menunggu datangnya busway berjam-jam atau bersedak-desakan didalam kereta atau bermacet-macet ria di angkot. Ya sudahlah, semoga dengan terpilihnya Jokowi bisa menghapus cerita-cerita saya diatas hahahaha *mendadak jadi jurkam.


Lupakanlah tentang transportasi di Jakarta...kami turun di stasiun Bugis karena rencananya kami akan menginap di ABC Backpacker hostel di Jl Kubor. Sempet nyasar-nyasar karena salah ambil jalan tapi malahan ketemu sama bangunan-bangunan yang keren. Gereja St Andrew, Singapore Art Museum dan entah apa nama bangunan yang kami lewati tadi. Artistik, unik dan menarik...cocok buat kalian yang hobby jeprat-jepret.




Tiba dihostel...
Mandi, istirahat sebentar trus mulai ngelayap di Singapore.



Mulai kembali perjalanan, kali ini destinasinya adalah Sentosa Island. Kali ini kami ga beli tiket ketengan, tapi kami beli Singapore Tourist Pass di Stasiun Bugis. Bayar 10 SGD plus 10 SGD (deposit yang bisa ditukarkan kembali), kamipun siap berkeliling negara ini tanpa khawatir bayar MRT/bus lagi.

Sentosa Island...

Ga perlu takut kesasar, disini petunjuk arah dan kendaraan terfasilitasi dengan baik. Jadi cukup pastikan kita mau kemana, liat peta wisatanya dan silahkan menikmati perjalanan, hehehehe. Disini emang surganya belanja kali yah, mall-mall mewah beterbaran disegara penjuru, bahkan di stasiun seperti di Bugis dan HarbourFront bisa dikatakan menarik. Belum lagi didaerah Orchard...weleeehhh weleeehh...bejejer mall-mall keren, sayangnya kami tak tertarik hahaahaha *inget isi dompet.








Puas dengan Sentosa, rencananya kami hendak mengunjungi ikon-nya Singapore...patung Merlion. Ga afdol ke Singapore kalo gak berfose disana. Kembali bergumul dengan MRT dan turunlah kami di City Hall. Mulai mengeksplore daerah ini dan gedung-gedung pencakar langit dengan arsitektur unik mulai memenuhi indra penglihatan kami.

Memasuki esplenade, dan kata-kata yang terucap cuma..keren...!!! *lebaynya kumat. Penampakan dalamnya banyak ga ke foto euy...






Lanjutt....
Nampak dari kejauhan Skypark dan Singapore Flyer beserta bangunan lainnya.




Tiba di Merlion Park...horrayy...




Menikmati senja di Marina Bay dan  berlayar menyusuri Singapore River...




Sebenarnya belum puas rasanya untuk menyusuri daerah ini, namun apa daya kami harus ke Little India untuk beli oleh-oleh di Mustafa Center. memasuki Little India kami serasa di India beneran, kanan kiri orang-orang mirip Kajol dan Sah ru Khan lalu lalang disini. Musik yang energik dan bau-bau yang menurut saya agak aneh menyeruak disekitar kawasan ini. Sesekali kami bertanya pada warga dsana dengan English yang terbata-bata, sampe sampe adik saya (Desi) memanggil orang disana dengan sebutan "Mas", bukan "Sir or Miss"...ya jelas saja mereka ga ada yang nengok...hahahaha, aya aya wae.

Penampakan di Little India ga sempat kami abadikan, kendala waktu yang sudah mulai larut malam dan kaki yang sudah mati rasa karena seharian berjalan. Beli oleh-oleh dan kembali ke hostel.

Esoknya kami harus kembali ke Jakarta. Menyusuri jalan Bugis, menikmati suasana pagi di sekitaran Victoria street dan sesekali terlihat terdengar obrolan khas orang Jakarta ketika kami berpapasan dengan beberapa traveler. Singapore, negara kecil yang patut diacungi jempol, sudah bersih, teratur, tertib, trasnportasi mudah, sayangnya terlalu Muahaall untuk saya berlama-lama disini hahahaha.