Selasa, 31 Desember 2013

Waspadalah di Rest Area KM 39 Tol Cikampek

Senin pagi pukul 05.35, tanggal 23 Desember 2013 saya sudah tiba di BNN Cawang untuk melanjutkan perlananan dinas ke Sumedang bersama 5 orang teman. Perjalanan dimulai dengan masuk tol Cawang menuju tol Cileunyi. Sekitar pukul 6.40 kami sengaja singgah di rest area km 39 didaerah Karawang untuk sekedar ngopi pagi sebelum melanjutkan perjalanan. Awalnya mobil kami parkir dekat jalan masuk namun kami pikir lebih baik kami pindahkan mobil tersebut di depan indomart, tepat di samping food court dekat masjid. 

Mengingat hari masih terlalu dini, maka kami berenam meninggalkan mobil yang kami parkir sekitar 7 meter dari indomart tempat kami ngopi. Selang 10 menit kami berlalu, waktu itu rekan saya hendak ke toilet yang berada di masjid depan indomart dan melewati mobil yang tadi kita bawa. Tiba-tiba rekan saya kembali kearah kami dan meminta kunci kendaraan karena ada hal yang dirasa terlampau janggal. 2 menit kemudian dia kembali lagi dan menginformasikan bahwa di curiga mobil dibobol, karena pintu kanan depan rusak kuncinya dan pintu tengah sedikit terbuka. Spontan saya dan teman yang lain segera berhambur menuju mobil tersebut.

Damnnnnn !!! *maaf saya mengumpat, saya mendapati tas saya sudah hilang. Bukan karena nominal kerugian yang saya sesalkan, namun barang-barang yang berada ditas saya tersebut berisi laptop dan kamera mirik perusahaan yang berisi data-data penting perusahaan, selebihnya merupakan aset pribadi dan dompet yang berisi sumber kehidupan saya...hhhwwaaaa....*nangis kejer. Ternyata, passport saya juga hilang sedangkan 2 bulan lagi saya berniat trip 3 negara...AAAAArrrgghhhhh !!!

Mulai tanya orang-orang sekitar dan jawabannya, " maaf mas, saya nggak ngeh ada kejadian itu". Langsung berkeliling mencari titik terang dan mendapati seorang petugas keamanan sedang duduk tak jauh dari tempat kejadian. Kembali jawaban apa adanya yang saya terima, "disini (km 39) memang sering kejadian kaya gitu mas, kemaren aja ada yang kacanya dipecahin". Wooyyyy !!! bukan begitu jawaban yang saya mau, udah tau sering kejadian seperti itu kenapa tidak ada tindakan preventif dari pengelola rest area tersebut. Saya dan seorang rekan yang bernasib naas kemudian diminta ke pos untuk membuat laporan pencurian tersebut dan diminta segera melapor ke polsek terdekat. 

Segera menuju polsek dan melaporkan kejadian tersebut. Buat BAP dan jujur ga terlalu yakin barang-barang itu akan kembali ke saya. Semoga kalian bisa belajar dari pengalaman ini, jangan pernah meletakkan barang berharga di dalam kendaraan dan sebisa mungkin untuk tidak meninggalkan kendaraan meskipun untuk waktu yang singkat.

Senin, 28 Oktober 2013

Bersyukur Melalui Sosok Mungil Apep dan Sahabat Kecil di Pondok Prestatif Indonesia


Panggil saja dia Apep, nama lengkapnya Apep Sapaatuloh. Sosok mungilnya pasti akan mengecoh Anda, Anda pasti akan mengira bahwa si Apep kecil masih duduk di bangku SD kelas 2. Gotcha…Anda salah !!! Apep ternyata sudah berusia 13 tahun, Apep sudah menamatkan pendidikan sekolah dasarnya setahun yang lalu dan memutuskan berhenti untuk membantu Ibu dan kedua adiknya yang berlokasi di kaki gunung Cikuray, Garut.  Kisah heroik Apep bisa Anda dilihat di sini.

Hal menarik yang membuat saya terkesan selain kisah hidup sahabat-sahabat kecil saya ini adalah ketika saya memasuki kamar yang berisi 2 ranjang untuk 7 anak dengan sebuah PC dan beberapa CD horror. Pada dinding kamar saya mendapati karton yang tertempel bertuliskan cita-cita masing-masing anak. Saepul ingin menjadi pemain sepak bola dan bercita-cita memiliki lapangan sepak bola sendiri ditahun ke 4 setelah sebelumnya bisa membahagiakan orang tua di tahun pertama, punya rumah bagus ditahun kedua dan punya mobil mewah ditahun ketiga. Kemudian ada Apep yang berkeinginan menjadi petani sukses. Untuk menjadi sukses, Apep berharap bisa melanjutkan study ke ITB setelah lulus SMA dan juga bersekolah di Jepang serta dapat menyekolahkan adik-adiknya. Setelah sukses, Apep berkeinginan menjalalankan ibadah haji sekeluarga. Bukan hanya Epul dan Apep, hal yang sama juga saya baca dari karton milik Kiki, Adi, Sukma, Delit dan Heran, mereka memiliki banyak mimpi indah yang terbungkus tekad untuk menjadikannya nyata, 

Cita-Cita Apep
Epul's dream
Saya sempat tersenyum kala mata saya mendapati kata bahasa Inggris yang ditulis dikarton milik Apep, Apep menulis “You Adebes”, maksudnya itu  "You are the best". Begitu juga ketikan di file milik Apep “I love you PPI Pour Eper”, maksudnya "I love you PPI forever". Apep memang lucu, sahabat kecil saya itu tidak merasa minder atau malu ketika saya melakukan koreksi atas kata-katanya itu, yang pasti Apep mempunyai niat belajar yang membuat saya iri. Oiya, Anda pasti bingung kenapa ada VCD horror dikamar? VCD2 itu memang diberikan kang Salman untuk membunuh rasa takut sahabat-sahabat kecil saya tersebut. Mereka diminta untuk menonton VCD yang sudah disiapkan kang Salman meskipun PC yang ada tidak dilengkapi dengan speaker, namun setidaknya therapy seperti itu berhasil pada mereka. Mereka sudah tidak takut lagi pada hal gaib yang dapat berdampak negatif pada hidup mereka. Oiya, beberapa dari kisah hidup mereka ternyata pernah ditayangkan di TV, dari acara Orang Pinggiran sampai Kick Andy dan mereka sekarang menjadi pribadi yang lebih terbuka ketimbang sebelumnya, itu yang dituturkan kang Salman.

Karya Apep di PC
Itulah secuil cerita saya dengan sahabat-sahabat kecil baru saya. Dengan latar belakang yang hampir memiliki kemiripan, ke 7 bocah lelaki itu berjuang untuk terus belajar mewujudkan mimpi-mimpi mereka seperti apa yang mereka tuliskan di karton yang tertempel di dinding kamar. Simple, namun sangat menampar rasa bersyukur saya, saya masih saja berkeluh kesah untuk masalah kecil yang saya hadapi, sedangkan diluar sana ada ratusan bahkan ribuan Apep kecil yang mensyukuri apa yang telah diberikan Allah?
Semoga Allah menjadikan kita pribadi yang selalu bersyukur, Aamin.

Selasa, 01 Oktober 2013

Menanti Sunrise di Gunung Prau Dieng

Jarum jam baru menunjukkan pukul 04.00 dini hari, kegelapan masih berkuasa meski ratusan bintang tertempel cantik di langit Dieng. Semilir angin menghembuskan hawa dingin yang begitu terasa menusuk pori-pori kulit. Enggan rasanya keluar dari sleeping bag yang membungkus tubuh saya semalaman, namun saya harus bangkit dan mencoba mengabaikan semua itu…demi sang mentari.

Saya pun mulai mencari debu disekitaran tenda dan bertayamum, semenit kemudian sayapun siap menghadap sang empunya alam. Sayang, subuh saya diusik dengan musik dari tenda sebelah. Tenda yang berisi sekumpulan pemuda itu semalaman menyetel lagu-lagu yang tidak saya pahami. Gila kali yah, ke gunung bawa radio…gak sekalian aja bawa home theater !!! Dongkol bercampur mangkel membuat saya menyudahi ibadat saya. Entahlah, mungkin saja mereka  sedang mencoba menunjukkan eksitensi mereka dengan segala ego sehingga tak peduli dengan mereka yang menapaki 3 jam perjalanan dengan maksud menikmati ciptaan Tuhan ini. Bergegas menyiapkan handphone berkamera, tak mau kehilangan moment dan sayapun sudah bergabung dengan Indra, Yayah, Andi dan rekan lainnya.

Setengah jam pun berlalu, saya masih berusaha melawan hawa dingin yang terus merangsek masuk kedalam jaket, sayapun masih merasakan gemeretak gigi lantaran dingin yang luar biasa. Moment itu tiba juga, semburat emas mulai saya rasakan melalui indra penglihatan. Rasa hangat mulai menjalari kulit saya, mengusir dingin yang tadinya meraja. Subhanallah…indah nian kawan.

Latar belakang Sindoro Sumbing
Waiting for sunshine
Kembali menuju Petak banteng dengan rute candi, melewati padang sabana dan bukit teletubies. Diujung bukit terlihat telaga warna dari kejauhan, melewati hutan teduh dengan sedikit rintik hujan membuat perjalanan kami berwarna. 3 jam perjalanan tidaklah begitu kami rasakan, permainan tebak “bisa jadi” membuat waktu terasa singkat. Tawa, canda dan coklat choki-choki menghiasi perjalanan kami.

Sabana Prau
Pendakian kali ini hanyalah sekedar cerita indah tentang keindahan, persahabatan dan kebersamaan yang terukir bersama laju kereta Gaya Baru Malam Selatan. Kembali ke Jakarta, kembali pada dunia ‘nyata’ dengan segala ceritanya.

Thanks to :
1. Yayah and the girls yang udah masakin kita makanan terlezat selama disana
2. Koh Indra + Cici Wati yang udah traktir mie ongklok
3. Neng Regi yang udah menjadikan bang Andy item buat bahan tebak "bisa jadi"
4. Tante Rina + Dewi yang udah jauh-jauh dari Semarang dan Bali buat gabung
5. Randy yang nyaris ga ikutan tapi jadi hero karena udah jadi Mr. Green yang rela angkut sampah-sampah kita

Last but not least, thanks to Allah SWT yang telah memperlihatkan secuil surga di tanah Dieng

Senin, 09 September 2013

Mencicipi Mie Ongklok Sembari Berjongkok


Mengunjungi suatu daerah tak lengkap rasanya tanpa mencicipi kuliner khas daerah tersebut, mie ongklok adalah buruan saya kali ini, karena posisi saya sedang berada di daerah Wonosono, Dieng tepatnya. Bermula dengan berakhirnya treking dari Gunung Prau Dieng yang membuat betis saya memadat, disertai dengan rasa lelah dan lapar yang tak terkira membuat saya kalap melihat warung makan yang bertuliskan, "menyediakan mie ongklok dan minuman purwaceng ".

Kali ini saya tidak membahas mengenai purwaceng, tapi soal mie ber'lendir' bernama mie ongklok. Mie ongklok sama dengan sajian mie kebanyakan, yang membedakan adalah si ongklok ini menggunakan tepung kanji sebagai kuahnya yang disebut luh. Selain itu mie ini juga diramu dengan sayuran kol dan potongan daun kucai dengan tambahan suwiran daging ayam serta tahu dan tempe. Ongklok adalah cara pengolahan mie yang dibuat dari semacam keranjang kecil dari anyaman bambu yang digunakan untuk membantu perebusan mie dengan cara digoyang-goyang atau di ongklok-ongklok dalam bahasa Wonosobo.

Mie ongklok yang sedang saya makan agak sedikit pedas namun sangat pas disantap ditengah udara Dieng yang cukup dingin siang itu. Karna saya membeli mie ongklok (sebenernya sih minta hahaha) bukan di restoran melainkan di terminal Dieng jadilah saya mencicipinya sembari berjongkok :). Makan mie ongklok sembari jongkok, mmhhh..pegel, pedes, yummy dan pastinya kenyang. Mau mencoba?

Rabu, 14 Agustus 2013

Ketika Si "Puyer" Tab 2.7" Matot

Pagi tadi saya masih bisa ber-Line Pop ria dengan "puyer" saya dan ga ada masalah sama sekali. Siangnya saya keluar makan siang dan meninggalkan si "puyer" dengan kondisi sedang dicharge. Makan siang selesai, sayapun kembali ke meja kerja dan mendapati si "puyer" dalam keadaan off, mungkin sudah saya matikan sebelum keluar makan tadi pikir saya. Coba tekan tombol power dan ga ada reaksi sama sekali. Saya coba tekan lagi, kali ini lebih lama dan ternyata masih juga ga bereaksi. Mendadak panik dengan sedikit emosi, coba charge lagi ke power supply, dan si "puyer" masih aja "tidur". Langsung browsing dan cari tau soal penyakitnya si "puyer" dan akhirnya ketemu sama blognya mas Almaizar. Alhamdulillah, saya berhasil mem"bangun"kan si puyer, semoga gadget kesayangan anda tidak rewel seperti "puyer" saya.

Coba ikutin cara berikut, mungkin bisa membuat "bangun" gadget anda bila mengalami kondisi yang sama.
  1. Tekan dan tahan tombol power, berbarengan dengan tombol volume (terserah, mau volume up, atau down).
  2. Sambil ditekan, tancepin kabel chargernya ke USB laptop, dan  … Alhamdulillah, sudah mulai ada tanda-tanda kehidupan di Gtab tsb. Layarnya udah ada gambarnya, walaupun hanya kedap-kedip.
  3. Setelah muncul kedap-kedip di layarnya, lepas semua tombol yang tadi ditekan, dan biarkan beberapa saat Gtab nya di charge di USB laptop.
  4. Setelah dirasa cukup ada power dari gtabnya, silahkan pindahkan colokan USBnya dari laptop ke power supply listrik.
  5. Gtab bisa dinyalakan kembali.
Sekali lagi, terima kasih mas Al atas informasinya. Semoga bermanfaat untuk rekan semua...*sayang-sayang si "puyer".

Jumat, 09 Agustus 2013

Idul Fitri dan Harapan bertemu dengan Ramadhan Tahun Depan



Ramadhan tahun lalu masih bersama eyang kakung
Ramadhan 1434 H ini berlalu begitu cepat, tak terasa gema takbir mengumandang dimana-mana tanda esok sudah berganti bulan menjadi Syawal. Seperti biasa, sholat Ied di masjid Jami’ Ar Ridho berlangsung lebih awal. Pukul 06.30 muadzin sudah mengumandangkan dengan lantang niat sholat sunnah muakkadah tersebut. Saya yang baru saja tiba langsung menggelar sajadah merah tua saya, telat 2 takbir ternyata. Shalat 2 rakaat tersebut akhirnya ditutup dengan khotbah mengenai keutamaan idul fitri dan puasa 6 hari di bulan syawal.
Selesai sudah Shalat Ied, keluargapun lengkap berkumpul dan “sungkeman” sudah menjadi ritual rutin keluarga kami sampai dengan saat ini. Selepas ibu yang meminta maaf ke ayah, kemudian dilanjut oleh putra putri beliau. Mungkin tidak sesakral sungkeman yang dilakukan keluarga lain, namun keluarga kami menganggap ritual ini adalah inti dari proses panjang sebulan kemarin. Saya yang sebenernya cengeng tetap saja tidak bisa menangis saat meminta maaf pada kedua orang tua saya, malahan saya meminta doa beliau dengan harapan Allah cepat mempertemukan saya dengan jodoh saya, memberikan rizky halal yang cukup dan harapan lain yang sudah saya impikan sejak awal. Semoga Allah cepat menghijabah doa-doa tersebut…Amin. Kegiatan dilanjut dengan makan bersama, karena tamu sudah banyak berdatangan jadi ayah dan ibu menunda makannya dan menyambut tamu yang sebagian besar adalah tetangga terdekat kami.  Ibu memang sudah menyiapkan menu rutin tiap tahunnya. Ketupat dan kroni-kroninya, opor ayam, sayur labu, ayam goreng dan rendang.

Sekitar pukul 11.00 keluarga dari Bekasi tiba. Ayah adalah anak tertua, jadi semua keluarga ayah di Jakarta dan Bekasi pasti berkumpul dirumah ayah. Rumah ayah tidaklah terlalu besar, jadi bisa dibayangkan bila 32 orang kumpul  di rumah seluas 90 m2 itu kan? Malam sebelumnya saya  dan adik memang sudah menyiapkan “hadiah” untuk ponakan saya, dan kali ini ada yang berbeda. Tahun-tahun sebelumnya saya selalu memberikan mereka uang dengan nominal yang sama, tapi kali ini tidak. Saya sudah menyiapkan amplop bergambar angry bird, hello kitty dan alladin yang akan saya isi dengan sejumlah uang. Nominalnya tidak sama, berkisar 10rb – 50rb. Terang saja moment bagi-bagi amplop ini heboh…karena ada yang kecewa mendapatkan ribuan banyak yang ternyata jumlah nominalnya hanya 10rb dan ada yang bersorak mendapatkan 50rb. Seru, heboh dan yang pasti membuat lebaran kali ini semakin semarak.

Dibalik keceriaan lebaran, jujur saja saya merasa kecewa terhadap diri saya. Entahlah…meskipun saya bisa menyelesaikan puasa sebulan penuh namun shalat 5 waktu saya masih saja bolong, shalat malam dan tarawih bisa dihitung jari, Al Qur’an tak tersentuh sama sekali, sampai tidak ikutnya saya pada kegiatan charity seperti yang biasa saya ikuti 2 tahun terakhir ini. Separah itukah saya? Mengabaikan akhirat dan mengedepankan duniawi saya? Menganggap Lailatul Qadar hanya sekedar cerita indah tentang pahala yang diraih dengan memanfaatkan malam yang lebih baik dari seribu bulan itu?. Astagfirullohaladzim…saya telah menyia-nyiakan bulan penuh rahmat, barokah serta ampunan dan saya sendiri tidak mengetahui apakah saya masih bisa bertemu dengan sang Ramadhan. Semoga ramadhan kemarin bisa menjadi acuan saya untuk meningkatkan kualitas hubungan saya dengan sang pencipta maupun dengan sesama manusia, Amin ya rabb. Dan diakhir tulisan ini saya beserta keluarga ingin mengucapkan…

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434H
Mohon Maaf Lahir dan Batin

Jumat, 02 Agustus 2013

Selamat Jalan Eyang Kakung Damin...

Usianya memang tak lagi muda, mungkin sudah menginjak 80 tahunan. Rambutnya pun mulai memutih dengan gurat wajah yang semakin kentara, tangan yang terkadang gemetar dan tubuh bungkuknya membuatnya terlihat menua termakan usia. Sosok renta itu bernama Damin, yups...beliau adalah kakek saya. Kakek super dengan segala kesibukan dan dedikasinya terhadap keluarga. Sosok tangguh yang memberikan kehidupan layak bagi ke 7 buah hatinya yang saat ini masih hidup. Sosok yang tak pernah mau diam untuk terus berkarya disisa hidupnya. Sosok  humoris, lincah dan tentu saja bijaksana.

Pernah ketika kami berkumpul di moment Idul Fitri tahun lalu, selepas makan malam bersama kami terlibat diskusi mengenai rencana menyatukan keluarga besar dalam sebuah acara, tetapi cucu-cucu beliau termasuk saya malah rusuh membahas soal warisan hahahhaha. Kalung emas, kebun tembakau, sawah dan asset lain punya simbah jadi bahan obrolan kami, ujung-ujungnya malah jadi heboh semua. Hanya sekedar lucu-lucuan dan pastinya membuat simbah tertawa puas. Kejadian itu menjadi satu moment dimana saya bisa melihat simbah bahagia bercampur dongkol dengan cucu-cucu durhakanya. Atau moment dimana simbah berjoget dengan riangnya pada acara pernikahan cucu-cucunya. Sayangnya moment itu tidak akan pernah ada lagi, simbah telah tiada hari rabu kemarin tgl 31 Juli 2013 akibat penyakit prostat yang dideritanya. Tak akan ada lagi moment-moment konyol seperti sebelumnya, tak ada lagi candaan dan tawa simbah. Simbah sudah kembali kepada sang pencipta, beliau sudah tenang dan kekal di surganya Allah, amin.

Selamat jalan eyang kakung, segenap keluarga akan selalu mendokanmu..Innalilahi Wainailaihi Rojiun.

Senin, 10 Juni 2013

Setitik Surga Bernama Ranu Kumbolo

Bukan lantaran efek nge-hitznya fim 5cm, bukan pula ingin dibilang keren karena pernah ke Semeru tapi saya memang ingin mengintip surga dari celah Semeru...tsaaah. Perjalanan kali ini diawaki oleh Yayah, Noris, Meidy, Irma, Putri dan saya tentunya.

Gaya Baru Malam Selatan mengantarkan kami menuju Surabaya selama sekitar 14 jam lebih. Perjalanan dilanjutkan dengan mobil yang telah kami sewa sebelumnya dengan tujuan Surabaya-Ranupani, entahlah...sekitar 3-4 jam mungkin untuk mencapai Ranupani.

Kesalahan terbesar kami adalah tidak memastikan mobil yang nantinya akan menjemput kami, sebuah Daihatsu Grand Max hitam sudah stand by di stasiun Gubeng. Terang saja, ketika mencapai Tumpang menuju Ranupani si mobil hitam itu tak mampu untuk menanjak. Medan yang curam dan berbatu penuh lumpur membuat si hitam tak berdaya, nggak tega dengan kondisi si hitam kami memutuskan untuk turun meskipun pos Ranupani hanya sekitar 3-4 kilo lagi. Berbekal jempol kapalan dan muka kasihan, sebuah truk sayur yang melintas memperbolehkan kami menumpang hingga Ranupani.

Diatas Truck Sayur

Tibalah kami di Ranupani, registrasi dan trekingpun dimulai. Semeru cukup ramai saat itu, lagi-lagi karena efek film 5 Cm....Aaarrgghh. Treking cukup nyaman siang itu, cuaca tidaklah terik. Awan-awan masih menggelayuti langit Semeru, namun setelah setengah perjalanan, rintik-rintik hujan mulai membasahi tanah Semeru.

Awal Pendakian
Papan petunjuk
Sepatu yang selalu mengiringi langkah saya
Sesaat sebelum bertemu Ranu Kumbolo
The beauty of Ranu Kumbolo

Alhamdulillah, setelah menempuh sekitar 5 jam perjalanan, kami tiba di Ranu Kumbolo. Subhanallah, indah nian temans. Kami nge-camp di sudut berbeda dari pendaki lain, sudah ada 3 tenda disana. Memang membelakangi spot sunrise namun kami rasa tempat inilah yang paling nyaman untuk bermalam...tidak seperti sudut diseberang sana yang ramai dengan puluhan tenda.

Nongkrong sembari ngopi pagi
Ranu Kumbolo ramai dengan puluhan tenda
Selamat datang di Ranu Kumbolo




Yeaahhh...I made it, tanjakan cinta hahahha
Turunan menuju Oro-oro Ombo
Lavender disela jamnya Yayah
Srikandi-srikandi ini emang ga ada matinya
Ranu Kumbolo dari atas tanjakan cinta

Memang hanya semalam dan kami harus menyudahi untuk mencumbui Ranu Kumbolo. Jujur saja, enggan rasanya kami untuk membongkar tenda dan packing pulang. Tapi mo gimana lagi? ada pekerjaan dan tanggungjawab yang harus kami selesaikan..maklumlah, kami hanyalah pekerja yang dibayar atas pekerjaan kami,  we hate it but we can't ignore it hahaha. Saya mungkin akan kembali lagi, bukan hanya sekedar mengintip surganya Allah dalam bentuk Ranu Kumbolo, tapi saya akan memeluk Mahameru...puncak tertinggi di pulau Jawa.

Ranu Kumbolo versi National Geographic
Our Last Breakfast
Menuju Malang dan bermalam dirumah sepupunya Noris. Besok paginya eksplor Malang kecil-kecilan sembari makan nasi pecel di pasar pagi dekat stadion Gajayana. Beli keripik buah buat oleh-oleh dan akhirnya kami harus berpisah. Saya, Yayah dan Meidy akan menuju Surabaya untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta dengan kereta Gumarang, Irma dan Putri ke Purwokerto dengan bus, Noris ke Jogja . Pokoknya jalan sama kalian tuh kece banget...gokilnya dapet, fun-nya juga dan makna perjalanannya apalagi. Next trip akan kemana kita?

Stasiun Pasar Turi Surabaya

Kamis, 18 April 2013

Ber-Senandung Mutiara Menuju Penang

Dengan 10 RM, bus Mayang Sari bertolak dari Malaka Sentral menuju TBS (Terminal Bersepadu Selatan). Terminal bus milik Malaysia ini cukup besar, modern yang terpenting sudah terintergrasi dengan moda transportasi lainnya seperti KTM Komuter, LRT, KLIA Express maupun RapidKL Buses. Mengingat kereta yang akan kami tumpangi ke Butterworth terjadwal pukul 23.00, dan kami tiba di TBS pukul 18.00 jadi kami masih punya waktu sekitar 5 jam sebelum ke Penang. Awalnya kami sepakat mengunjungi Petronas tetapi khawatir akan khilaf dan bakalan lama disana maka kami ubah rute menuju Batu Caves.

Tiket KTM
Inside the KTM
Batu Caves dekat dengan Kuala Lumpur, hanya butuh sekitar ½ jam dari KL Sentral. Sayangnya kami tiba menjelang sore dan sudah pukul 18.45 waktu itu. Rada parno juga awalnya karna sudah agak malam tapi tetep ya, untuk spot yang free akan kami jabanin meskipun kami harus pontang panting. Tiba di Batu Caves dan bau dupa serta aroma khas India memenuhi indra penciuman kami. Khas banget baunya dan jujur kami kurang begitu sreg dengan aroma ‘aneh’ itu. Mulai menapaki areal Batu Caves dan terlihat tangga menuju gua yang kami prediksi berjumlah ratusan anak tangga. Kok mendadak lemes ya hahaha, akhirnya kami urungkan niat untuk menjelajah goa lebih dalam. Cukup narsis di depannya sajah…sudah cukup buat kami, toh malam itu daerah Batu Caves diguyur hujan. Khawatir ketinggalan KTM komuter, kamipun segera bergegas ke stasiun Batu Caves menuju KL Sentral dan KTM komuter pun meninggalkan stasiun Batu Caves pukul 20.00.

Berikut penampakan malam di Batu Caves...

Menatap Dewa Murugan
Hanoman
Cincinnya Desi nyaingin Cincinnya Dewa Murugan
Ratusan anak tangga yang membuat down kami urung naik
Salah satu kuil di Batu Caves
Tiba di KL Sentral dan rasa lapar mulai membuat otak kami hang. Mampir ke medan selera di lantai atas stasiun, liat-liat menu makanan yang ada tapi akhirnya kami malah menyambangi sebuah minimarket yang terletak diujung pintu masuk. Beli mie cup 6 biji (masing-masing 2 cup) plus beli air mineral. Pas mo bayar ternyata pramuniaganya orang Condet dengan bahasa betawi cablaknya…ya udah, kami panggil si pramuniaga tersebut dengan sebutan Somad. Bang Somad seneng banget ngeliat kehadiran kami, dia bilang udah kelu lidahnya pake bahasa melayu. Bang Somad bisa dengan ributnya ngomong bahasa Indonesia dengan logat betawi kentalnya sembari bercerita panjang lebar soal dirinya yang bekerja di Malaysia. Bang Somad pun berbaik hati mengajak kami berpusing-pusing di KL esoknya karena beliau off. Tapi sayang, kami harus ke Penang malam nanti. Agak disayangkan sih, kami dapat guide gratis buat keliling KL...Free euy, freeeee..tapi waktunya ga tepat. Next time aja ya bang :)

Senandung Mutiara sedikit terlambat, jadwal seharusnya sih pukul 23.00 tetapi si ular besi itu baru mulai meninggalkan KL Sentral pukul 23.30. Kami menumpang kereta malam dengan tujuan tidak mengeluarkan budget untuk menginap, toh kereta yang kami naiki merupakan sleeper train. Kami pilih seat yang memungkinkan untuk kami beristirahat. Agak lama juga berada di dalam kereta, sekitar 6-7 jam perjalanan dan kami tiba di Butterworth keesokan harinya pukul 07.15

Keluar dari stasiun Butterworth dan sedikit berjalan kaki menuju pelabuhan untuk menaiki ferry menyebrangi selat menuju Pulau Pinang. Bila mengendarai bus bisa menggunakan jembatan yang menghubungkan daratan di semenanjung Malaka dengan pulau Pinang. Lupa waktu itu bayar berapa, kayaknya sih sekitar 1,5 RM untuk menyebrang. Cuma sebentar kok, hanya sekitar 30 menit saja kita sudah sampai di pelabuhan Georgetown. Dari jauh tampak pelabuhan yang cukup menarik dengan bangunan semi kolonial.

Stasiun Butterworth
Menuju Pelabuhan
Dalam kapal Ferry
Georgetown Harbor
Kesalahan  terbesar kami adalah, kami tidak mempunyai bekal informasi mengenai Penang. Tak ada peta dan kamipun belum tau nantinya akan kemana. Menumpang free cat shuttle dan turun di Komtar, terminal yang menghubungkan semua jalur darat di kota ini. Awalnya mau ke Penang Hill namun karena sudah menjelang siang kami putuskan melihat sleeping Budha. Tanya-tanya sama polisi setempat kemudian naik bus yang diarahkan si polisi tersebut dan ternyata kami malah tiba di Kek Lok Si Temple. Meskipun salah tujuan namun kami berusaha menikmatinya. Selayaknya sebuah kuil, Kek Lok Si merupakan kuil agama Budha terbesar dengan pagoda dan patung Dewa Kuan Yin yang besar di Penang. Desi yang masih nggak ngeh masih aja nanya dimana letak sleeping budha di areal tersebut pada pasangan asal Indonesia yang kami temui. “Bukan disini tempatnya, adanya di Burma,” begitu jawabnya. Apaaaaahhhh???!!! Dengan lebay-nya Desi nganga tidak percaya.

Depan pagoda Kek Lok Si
Patung Budha
Ada kura-kura di kolamnya loh
Bangunan di tengah kuil
Tampak bukit, ternyata kuil ini dibangun di dataran tinggi
Tetep narsis
Bedakan mana yang patung mana yang bukan hahaha
Free Cat Shuttle
Lelah menapaki tangga-tangga di kuil tersebut akhirnya kami keluar juga dari Kek Lok Si. Kembali berjalan kaki lagi di siang yang teriknya luar biasa munuju shuttle RapidKL Bus. Tujuan kami selanjutnya adalah menyasarkan diri di seputaran Georgetown. Naik bus lagi dan kami tertidur dengan pulasnya dan tau-tau kami terbangun dan sudah berada kembali di pelabuhan…Aaarrghhhh. Terpaksa turun trus dan memanjakan perut kami di warung yang terletak di seberang pelabuhan. Enak, nggak terlalu mahal dan bisa ketemu sama es teh manis (Tea O Ice/teh sejuk).

Menuju komtar lagi dan turun sebentar di daerah entah apa namanya, pokoknya ada taman kota Malaka dan Fort Cornwallis. Tadinya mo cari es kelapa muda tapi malah jalan terus menikmati udara laut sembari bermain dengan merpati yang terbang kian kemari di sepanjang jalan lebuh pantai.

RapidKL Shelter
Lembaga Hasil Dalam Negri?
Merpati di sepanjang jalan lebuh pantai
Bukan Jam Gadang
Areal Jalan Padang Kota Lama
Bangunan di Padang Kota
Ceritanya Prewed
Taman Kota Lama
Fort Cornwallis
Ga terasa kami sudah menghabiskan banyak waktu lagi ditempat ini, saatnya menuju bandara untuk mengejar pesawat ke bandara Bayan Lepas, karena kami akan melanjutkan penerbangan ke Jakarta malam harinya dari LCCT. Tadinya saya sudah berniat menumpang taksi tapi kami pikir akan lebih hemat menumpang bus. Turun dari bus langsung sprint karena tinggal 30 menit lagi pesawat take off. Check in dan apa yang terjadi sodara-sodara, kami tidak diperbolehkan boarding karna gate sudah ditutup. Coba bicara dan menghiba untuk tetap bisa diikutkan terbang namun sia-sia. Dan ketiga bocah lucu inipun terdampar di Bandara Bayan Lepas. Tiket PEN-KL, KL-JKT hangus sudah dan kami terpaksa sibuk mencari alasan bagaimana besok kami tak datang ke kantor. Saya dan koko sudah pusing, uring-uringan dan stress lantaran ketinggalan pesawat. Beli simcard lokal (lagi) dan coba hubungi orang rumah. Browsing tiket dan ternyata harga tiket PEN-JKT ato KL-JKT udah ga bisa di tolelir, 1,2 jt seorangnya, mo bunuh kita apa yah?

Tiket Senandung Mutiara
Tetep senyum meskipun ketinggalan pesawat
Capek fisik, capek hati dan capek dompet hahaha
Akhirnya berkat jaringan wifi bandara saya terpaksa booking Mandala Tiger untuk esok hari dengan harga tiket setengahnya dari AA namun keberangkatan dari LCCT, terpaksa malam ini menuju KL kembali. Sudah pukul 20.00 waktu itu, dan kami akan menggunakan Senandung Mutiara kembali dari Butterworth. Sekitar pukul 21.00 kami tiba di pelabuhan. Menumpang Ferry dari Penang ke Butterworth, dan kali ini  tidak perlu bayar. Kami langsung menuju stasiun untuk beli tiket kereta, sudah ada 3 orang bule dan orang thailand yang mengantri. Perjalanan malam ini kami tempuh kembali dengan kereta, tiba di KL Sentral sudah jam 7.30…telat 1 jam dari jadwal yang tercetak pada tiket. Tetep ya, karna belom foto di twin tower kami kembali kepikiran menuju sana tapi segera kami urungkan karena jarak antara KL Sentral dengan LCCT cukup jauh sehingga kami skip foto di menara kembar itu. Rada bingung nyari bus ke LCCT karena KL Sentral lumayan besar untuk ukuran stasiun kereta api. Dengan sedikit nyasar akhirnya ketemu juga dengan aerobus yang menuju LCCT setelah muter-muter sampe keluar KL Sentral. Bayar tiket 8 RM dan sejam kemudian kami tiba di LCCT. Antrian sudah mengular ternyata, check in dan sejam kemudian kamipun sudah berada di dalam Mandala untuk kembali ke ibukota, Jakarta.

Bila esok saya mendapat banyak rezeki dan tiket promo lagi, maka saya akan:
1.      Merencanakan perjalanan dengan membuat itin yang jelas, bila plan A tidak sesuai maka saya juga sudah menyiapkan plan B
2.       Bawa peta, karena peta berguna bila posisi saya tak terarah
3.       Mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang daerah yang akan saya kunjungi
4.       Belajar bahasa daerah setempat, at least belajar bahasa Inggris jadi ga plonga plongo
5.      Siapin dana di kartu debit/kredit, buat jaga-jaga kalo terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (mau ga mau harus nabung)
6.       Menerapkan quality time bila ngetripnya dengan waktu yang mepet dan budget ngepas
7.       Inget waktu dan berhenti narsis foto-foto ga jelas, jadi ga akan ketinggalan pesawat !!!

Itulah sekelumit cerita tentang kami, 3 bocah unyu dan mempesona yang terdampar dengan elegannya di negri tetangga namun tetap ceria sepanjang perjalanannya. Semoga kalian tidak mengalami hal yang sama dengan kami and last but not least...

Happy traveling guys.