Senin, 28 Oktober 2013

Bersyukur Melalui Sosok Mungil Apep dan Sahabat Kecil di Pondok Prestatif Indonesia


Panggil saja dia Apep, nama lengkapnya Apep Sapaatuloh. Sosok mungilnya pasti akan mengecoh Anda, Anda pasti akan mengira bahwa si Apep kecil masih duduk di bangku SD kelas 2. Gotcha…Anda salah !!! Apep ternyata sudah berusia 13 tahun, Apep sudah menamatkan pendidikan sekolah dasarnya setahun yang lalu dan memutuskan berhenti untuk membantu Ibu dan kedua adiknya yang berlokasi di kaki gunung Cikuray, Garut.  Kisah heroik Apep bisa Anda dilihat di sini.

Hal menarik yang membuat saya terkesan selain kisah hidup sahabat-sahabat kecil saya ini adalah ketika saya memasuki kamar yang berisi 2 ranjang untuk 7 anak dengan sebuah PC dan beberapa CD horror. Pada dinding kamar saya mendapati karton yang tertempel bertuliskan cita-cita masing-masing anak. Saepul ingin menjadi pemain sepak bola dan bercita-cita memiliki lapangan sepak bola sendiri ditahun ke 4 setelah sebelumnya bisa membahagiakan orang tua di tahun pertama, punya rumah bagus ditahun kedua dan punya mobil mewah ditahun ketiga. Kemudian ada Apep yang berkeinginan menjadi petani sukses. Untuk menjadi sukses, Apep berharap bisa melanjutkan study ke ITB setelah lulus SMA dan juga bersekolah di Jepang serta dapat menyekolahkan adik-adiknya. Setelah sukses, Apep berkeinginan menjalalankan ibadah haji sekeluarga. Bukan hanya Epul dan Apep, hal yang sama juga saya baca dari karton milik Kiki, Adi, Sukma, Delit dan Heran, mereka memiliki banyak mimpi indah yang terbungkus tekad untuk menjadikannya nyata, 

Cita-Cita Apep
Epul's dream
Saya sempat tersenyum kala mata saya mendapati kata bahasa Inggris yang ditulis dikarton milik Apep, Apep menulis “You Adebes”, maksudnya itu  "You are the best". Begitu juga ketikan di file milik Apep “I love you PPI Pour Eper”, maksudnya "I love you PPI forever". Apep memang lucu, sahabat kecil saya itu tidak merasa minder atau malu ketika saya melakukan koreksi atas kata-katanya itu, yang pasti Apep mempunyai niat belajar yang membuat saya iri. Oiya, Anda pasti bingung kenapa ada VCD horror dikamar? VCD2 itu memang diberikan kang Salman untuk membunuh rasa takut sahabat-sahabat kecil saya tersebut. Mereka diminta untuk menonton VCD yang sudah disiapkan kang Salman meskipun PC yang ada tidak dilengkapi dengan speaker, namun setidaknya therapy seperti itu berhasil pada mereka. Mereka sudah tidak takut lagi pada hal gaib yang dapat berdampak negatif pada hidup mereka. Oiya, beberapa dari kisah hidup mereka ternyata pernah ditayangkan di TV, dari acara Orang Pinggiran sampai Kick Andy dan mereka sekarang menjadi pribadi yang lebih terbuka ketimbang sebelumnya, itu yang dituturkan kang Salman.

Karya Apep di PC
Itulah secuil cerita saya dengan sahabat-sahabat kecil baru saya. Dengan latar belakang yang hampir memiliki kemiripan, ke 7 bocah lelaki itu berjuang untuk terus belajar mewujudkan mimpi-mimpi mereka seperti apa yang mereka tuliskan di karton yang tertempel di dinding kamar. Simple, namun sangat menampar rasa bersyukur saya, saya masih saja berkeluh kesah untuk masalah kecil yang saya hadapi, sedangkan diluar sana ada ratusan bahkan ribuan Apep kecil yang mensyukuri apa yang telah diberikan Allah?
Semoga Allah menjadikan kita pribadi yang selalu bersyukur, Aamin.

Selasa, 01 Oktober 2013

Menanti Sunrise di Gunung Prau Dieng

Jarum jam baru menunjukkan pukul 04.00 dini hari, kegelapan masih berkuasa meski ratusan bintang tertempel cantik di langit Dieng. Semilir angin menghembuskan hawa dingin yang begitu terasa menusuk pori-pori kulit. Enggan rasanya keluar dari sleeping bag yang membungkus tubuh saya semalaman, namun saya harus bangkit dan mencoba mengabaikan semua itu…demi sang mentari.

Saya pun mulai mencari debu disekitaran tenda dan bertayamum, semenit kemudian sayapun siap menghadap sang empunya alam. Sayang, subuh saya diusik dengan musik dari tenda sebelah. Tenda yang berisi sekumpulan pemuda itu semalaman menyetel lagu-lagu yang tidak saya pahami. Gila kali yah, ke gunung bawa radio…gak sekalian aja bawa home theater !!! Dongkol bercampur mangkel membuat saya menyudahi ibadat saya. Entahlah, mungkin saja mereka  sedang mencoba menunjukkan eksitensi mereka dengan segala ego sehingga tak peduli dengan mereka yang menapaki 3 jam perjalanan dengan maksud menikmati ciptaan Tuhan ini. Bergegas menyiapkan handphone berkamera, tak mau kehilangan moment dan sayapun sudah bergabung dengan Indra, Yayah, Andi dan rekan lainnya.

Setengah jam pun berlalu, saya masih berusaha melawan hawa dingin yang terus merangsek masuk kedalam jaket, sayapun masih merasakan gemeretak gigi lantaran dingin yang luar biasa. Moment itu tiba juga, semburat emas mulai saya rasakan melalui indra penglihatan. Rasa hangat mulai menjalari kulit saya, mengusir dingin yang tadinya meraja. Subhanallah…indah nian kawan.

Latar belakang Sindoro Sumbing
Waiting for sunshine
Kembali menuju Petak banteng dengan rute candi, melewati padang sabana dan bukit teletubies. Diujung bukit terlihat telaga warna dari kejauhan, melewati hutan teduh dengan sedikit rintik hujan membuat perjalanan kami berwarna. 3 jam perjalanan tidaklah begitu kami rasakan, permainan tebak “bisa jadi” membuat waktu terasa singkat. Tawa, canda dan coklat choki-choki menghiasi perjalanan kami.

Sabana Prau
Pendakian kali ini hanyalah sekedar cerita indah tentang keindahan, persahabatan dan kebersamaan yang terukir bersama laju kereta Gaya Baru Malam Selatan. Kembali ke Jakarta, kembali pada dunia ‘nyata’ dengan segala ceritanya.

Thanks to :
1. Yayah and the girls yang udah masakin kita makanan terlezat selama disana
2. Koh Indra + Cici Wati yang udah traktir mie ongklok
3. Neng Regi yang udah menjadikan bang Andy item buat bahan tebak "bisa jadi"
4. Tante Rina + Dewi yang udah jauh-jauh dari Semarang dan Bali buat gabung
5. Randy yang nyaris ga ikutan tapi jadi hero karena udah jadi Mr. Green yang rela angkut sampah-sampah kita

Last but not least, thanks to Allah SWT yang telah memperlihatkan secuil surga di tanah Dieng