Rabu, 25 Februari 2015

Melambung Tinggi ke Bukit Tinggi


Bandara Minangkabau
Citilink mendarat dengan mulusnya di bandara International Minangkabau. Pagi itu bumi minang tampak cerah dan semoga saja akan terus begini hingga 2 hari ke depan. Seperti biasanya, sopir travel sudah saling berebut penumpang ketika melihat segerombolan penumpang keluar dari bandara. Saya sendiri segera menuju pool Damri untuk menuju kota Padang untuk eksplore Padang kecil-kecilan, karena saya memang sengaja ingin langsung ke Bukittinggi siangnya. Damri yang saya tumpangi ngetem lumayan lama, maklumlah...masih menunggu penumpang dari maskapai lain karena seat di bus belumlah terisi penuh. Bayar 21K dan 45 menit kemudian tibalah saya di Jl Imam Bonjol (pemberhentian terakhir Damri). Dari sini bisa langsung ke museum Adityawarman dan jalan-jalan ke pasar. Kebetulan ada kawan yang berniat baik mengantarkan saya ke pool bus mikro (ELF) tujuan Bukittinggi, saya lupa nama tempatnya hanya saja saya mengingat dekat dengan Basko Plaza

Perjalanan ditempuh sekitar 2 jam, sayang cuaca di Sumatra Barat ini lagi semaunya, kadang panas cetar eh tiba-tiba turun hujan. Lewat dari separuh perjalanan, saya seharusnya turun di obyek wisata air terjun Lembah Anai, namun karena hujan cukup deras jadi saya memutuskan untuk melihatnya dari sisi kanan jendela ELF saja.

Tiba di simpang Jambu, dan saya diturunkan oleh bang sopir dan ditagih untuk bayar 20K. Lanjut naek angkot dan turun di tempat jam gadang berada dengan membayar 2,5K. Kawasan itu ternyata penuh sesak oleh warga yang sekedar kongkow atau berbelanja sore itu. Sudah pukul 17.10 wib ternyata, dan saya belum mencari penginapan untuk menginap. Segeralah saya bergegas mencari Jl Teuku Umar mencari Hello Guest House yang katanya sudah menjadi langganan para Backpacker. Tanya-tanya ke orang sekitar kok pada nggak ngeh yah? Akhirnya istirahat sebentar beli jus alpukat dan bilang pengen ke STIE atau masjid Kampung Cina, baru deh pada ngeh. Sedikit tips, orang-orang di Bukittinggi ga begitu hapal dengan nama jalan tetapi mereka lebih mudah menghapal bangunan atau landmark yang sudah terkenal. Menurut info yang punya kedai, saya cukup naik angkot yang berwarna merah dan harus carry, bukan yang kijang karena angkot tersebut melewati rute tersebut. Baiklah, sayapun menurut dan segera menyetop angkot merah tersebut. Dapet angkot yang sopirnya heboh banget, jadi bisa tanya-tanya soal Bukittinggi. Abang sopirnya tanya mau kemana, saya jawab STIE dan katanya nanti saya akan diturunkan disana. Karna keasyikan ngobrol akhirnya terlewatlah STIE itu, dan sayapun akhirnya malah ikutan abang sopir keliling kota Bukittinggi. Melewati pasar, sampe ke terminal Aur Kuning dan kita ngopi sebentar disana kemudian lanjut mencari penumpang yang mulai jarang karna hari sudah menjelang malam. Sayapun diturunkan tepat di di depan STIE persis didepannya Masjid Nurul Haq kampung Cina dan abang sopir tak mau saya bayarkan ongkosnya karna merasa sudah ditemani satu rit (satu putaran penuh trayek). Baiklah, lumayan irit, bisa dipake untuk lain uangnya :).

Untunglah Hello Guest House terlihat dari ujung jalan, jadi saya tidak perlu bertanya lagi, namun saat itu guest house sedang direnovasi, jadi tidak bisa menerima tamu. Hotel-hotel disebelahnya juga sudah penuh, dan jadilah saya kembali berjalan kaki mencari tempat singgah yang murah meriah. Akhirnya saya mendaratkan kaki di hotel Orchid yang tidak jauh dari Hello Guest House. Ketemu sama yang punya hotel, ngobrol soal culture di Bukitinggi sampe nanya soal makanan yang ajib. Sang empunya hotel merupakan keturunan Chinese yang sudah menetap di Bukittinggi cukup lama dan menurut informasi yang saya terima, tidak pernah ada isu sara yang terjadi di Bukittinggi...salut buat toleransi beragamanya *kasihjempol.

Selepas magrib saya mulai berkeliaran diseputaran Jam Gadang. Malam itu udara Bukittinggi cukup sejuk, maklumlah baru saja gerimis mengguyur kota ini. Menyusuri jalan menuju areal Jam Gadang seorang diri itu rada garing, untungnya orang-orang disini ramahnya luar biasa, jadi ga begitu kesepian jalan-jalan sendirinya. Areal Jam Gadang cukup padat malam itu, mall yang berada didekatnya terlihat ramai ditambah atraksi badut dan tukang foto keliling yang lalu lalang membuat Jam Gadang terasa begitu gempita di malam minggu ini. Puas dengan keramaian saya memutuskan mencoba sate Padang dari ranah minang langsung, rasanya tak jauh berbeda dengan yang saya pernah coba di Jakarta, tapi sensasinya itu loh...luar biasa hehehe. Tak lupa saya pesan minum es buah disebelah warung makan, dan terlibat lah obrolan seru dengan Ari sang penjual es. Ari janji mo nemenin jalan-jalan besok pagi, yeye...lalala...yeye..lalala. Setelah selesai sayapun kembali ke hotel dan bergegas istirahat mengumpulkan energi untuk esok.

Ki-Ka : Kota Bukittinggi dari areal Jam Gadang - Jam Gadang yg fenomenal - Pasar bawah - Bendi (andong) - Entah Marapi atau Singgalang - Sate Padang

Selamat pagi Bukittinggi....
Ari tak kunjung tiba dan tak ada kabar, mungkin dia lelah. Akhirnya saya putuskan berjalan kaki sekedar menyasarkan diri. Destinasi pertama, Ngarai Sianok...

Ngarai Sianok
Jalan lagi menuju Janjang Koto Gadang

Janjang Koto Gadang

Lanjut ke Lubang Jepang

Lubang Jepang

Capek meniti ratusan anak tangga, akhirnya saya menyempatkan sarapan eh makan siang dengan menu bubur kampium dan pical ayang, beginilah penampakannya..

Bubur Kampium dan Pical Ayang
Kembali ke hotel, mandi dan check out. Tiba-tiba terdengar bunyi handphone tanda panggilan masuk, dari Ari ternyata. Ari baru bisa menemani saya siang harinya karena ada urusan yang harus dikerjakan. Tak apalah setengah hari, yang penting saya punya teman ngobrol sepanjang perjalanan nantinya.

Kami janji bertemu di depan Ramayana areal Jam Gadang, siang saja ramainya kaya pasar apalagi sorenya...jadi agak sulit menjumpai Ari. Sosok pria bercelana pendek menggunakan sweater putih tiba-tiba datang menghampiri, Ari ternyata. Dan dengan sigapnya Ari langsung mengantarkan saya berkeliling kota Bukit Tinggi setelah sebelumnya minta maaf karena baru bisa datang. Lanjut lagi, kali ini ke kebun binatang Kinantan, Benteng Fort de Kock dan rumah Bung Hatta. Tak lama memang, hanya sebatas singgah karena saya harus segera kembali ke Jakarta malam nanti. Banyak cerita soal kehidupan, banyak cerita yang kita bagi dan suatu saat nanti ketika Ari ke Jakarta, kami berjanji akan bertemu dan kembali berbincang seperti hari ini.

Jembatan Limpapeh
With Ari
Museum Rumah Adat Baanjuang
Saya harus menyudahi perjalanan ini, kembali menempuh 2 jam perjalanan menuju kota Padang dan langsung ke Minangkabau Airport. What a great time, thank u Sumatera Barat...never regret for being here.