 |
Ramadhan tahun lalu masih bersama eyang kakung |
Ramadhan 1434 H ini berlalu
begitu cepat, tak terasa gema takbir mengumandang dimana-mana tanda esok sudah
berganti bulan menjadi Syawal. Seperti biasa, sholat Ied di masjid Jami’ Ar
Ridho berlangsung lebih awal. Pukul 06.30 muadzin sudah mengumandangkan dengan lantang niat sholat sunnah muakkadah tersebut. Saya yang baru saja tiba
langsung menggelar sajadah merah tua saya, telat 2 takbir ternyata. Shalat 2
rakaat tersebut akhirnya ditutup dengan khotbah mengenai keutamaan idul fitri
dan puasa 6 hari di bulan syawal.
Selesai sudah Shalat Ied,
keluargapun lengkap berkumpul dan “sungkeman” sudah menjadi ritual rutin
keluarga kami sampai dengan saat ini. Selepas ibu yang meminta maaf ke ayah,
kemudian dilanjut oleh putra putri beliau. Mungkin tidak sesakral sungkeman
yang dilakukan keluarga lain, namun keluarga kami menganggap ritual ini adalah
inti dari proses panjang sebulan kemarin. Saya yang sebenernya cengeng tetap
saja tidak bisa menangis saat meminta maaf pada kedua orang tua saya, malahan
saya meminta doa beliau dengan harapan Allah cepat mempertemukan saya dengan
jodoh saya, memberikan rizky halal yang cukup dan harapan lain yang sudah saya
impikan sejak awal. Semoga Allah cepat menghijabah doa-doa tersebut…Amin. Kegiatan
dilanjut dengan makan bersama, karena tamu sudah banyak berdatangan jadi ayah
dan ibu menunda makannya dan menyambut tamu yang sebagian besar adalah tetangga
terdekat kami. Ibu memang sudah
menyiapkan menu rutin tiap tahunnya. Ketupat dan kroni-kroninya, opor ayam,
sayur labu, ayam goreng dan rendang.
Sekitar pukul 11.00 keluarga dari
Bekasi tiba. Ayah adalah anak tertua, jadi semua keluarga ayah di Jakarta dan
Bekasi pasti berkumpul dirumah ayah. Rumah ayah tidaklah terlalu besar, jadi
bisa dibayangkan bila 32 orang kumpul di
rumah seluas 90 m2 itu kan? Malam sebelumnya saya dan adik memang sudah menyiapkan “hadiah”
untuk ponakan saya, dan kali ini ada yang berbeda. Tahun-tahun sebelumnya saya
selalu memberikan mereka uang dengan nominal yang sama, tapi kali ini tidak.
Saya sudah menyiapkan amplop bergambar angry bird, hello kitty dan alladin yang
akan saya isi dengan sejumlah uang. Nominalnya tidak sama, berkisar 10rb –
50rb. Terang saja moment bagi-bagi amplop ini heboh…karena ada yang kecewa
mendapatkan ribuan banyak yang ternyata jumlah nominalnya hanya 10rb dan ada
yang bersorak mendapatkan 50rb. Seru, heboh dan yang pasti membuat lebaran kali ini semakin semarak.
Dibalik keceriaan lebaran, jujur
saja saya merasa kecewa terhadap diri saya. Entahlah…meskipun saya bisa
menyelesaikan puasa sebulan penuh namun shalat 5 waktu saya masih saja bolong,
shalat malam dan tarawih bisa dihitung jari, Al Qur’an tak tersentuh sama
sekali, sampai tidak ikutnya saya pada kegiatan charity seperti yang biasa saya
ikuti 2 tahun terakhir ini. Separah itukah saya? Mengabaikan akhirat dan
mengedepankan duniawi saya? Menganggap Lailatul Qadar hanya sekedar cerita
indah tentang pahala yang diraih dengan memanfaatkan malam yang lebih baik dari
seribu bulan itu?. Astagfirullohaladzim…saya telah menyia-nyiakan bulan penuh
rahmat, barokah serta ampunan dan saya sendiri tidak mengetahui apakah saya
masih bisa bertemu dengan sang Ramadhan. Semoga ramadhan kemarin bisa menjadi acuan
saya untuk meningkatkan kualitas hubungan saya dengan sang pencipta maupun
dengan sesama manusia, Amin ya rabb. Dan diakhir tulisan ini saya beserta
keluarga ingin mengucapkan…
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434H
Mohon Maaf Lahir dan Batin