Berbekal tiket promo AirAsia saya
kembali menempatkan stempel imigrasi di passpor saya. Yupz, kali ini negeri
Jiran yang menjadi destinasi kami. Meskipun Malaysia bukanlah destinasi favorite, tapi siapa sih yang tidak tergoda dengan harga miringnya AA?
Dan inilah cerita kami...
Day one,
Flight JKT-KL by AirAsia
terjadwal pukul 08.35 dan tiba di KLCC pukul 11.35. Imigrasi di Soetta &
KLCC tidak seribet di Changi, cukup scan mata dan we’re in Malaysia now.
Berhubung
waktunya jam makan siang, kamipun langsung meluncur ke food court (Medan
Selera). Harga makanan disini tidak jauh
beda dengan di tanah air. Terjangkaulah, kita makan nasi lemak sekitar 4RM atau
senilai 12K. Meskipun masih bisa masuk ke lidah kami, tapi tetep aja…makanan
Indonesia itu juara banget. Kami memang belum memiliki itin fix, tujuan
kami hanya mengeksplore Malaka dan Penang. Jadi selepas mendarat kami langsung
tancap ke Malaka dan bermalam di kota ini. Oiya, kami juga
janjian sama Mba Ade di Malaka, mba Ade berangkat dari Bintan jadi dia nyebrang
ke Batam trus lanjut ke Singapore kemudian lanjut lagi ke KL trus Malaka…Cckkkcckk, mba Ade
hebat euy.
|
Tiket LCCT-Melaka |
|
Bus ke Melaka |
Ada bus yang langsung
mengantarkan kami ke Malaka, lama perjalanan sekitar 2-3 jam tergantung macet
atau tidaknya perjalanan. Busnya nyaman dengan harga tiket 20 RM, dan bus melaju diatas jalan tol yang terbentang panjang. Hanya saja agak terasa
membosankan karena yang kita lihat hanya kebun-kebun sawit yang berjejer hampir
separuh perjalanan. Saya yang memang mengantuk akhirnya terlelap hingga bus
berhenti di Malaka Sentral. Malaka Sentral adalah terminal bus yang tidak
terlalu besar namun cukup tertata dengan apik. Didalamnya terdapat toko-toko
pakaian dan cinderamata serta warung makan dan counter tiket antar bangsa
sebagai identitas bahwa tempat itu merupakan terminal.
Sebenarnya ada free shuttle yang
mengarah ke pusat wisatanya Malaka. Namun karena kami rasa sudah terlampau sore
maka kami memutuskan menumpang pada bus Panorama No. 17 dengan harga tiket 1,30
RM. Sama seperti di Singapore, disini ga ada kenek jadi begitu kita masuk kita
langsung bayar dan oke-nya lagi meski harga tiketnya murah tetap saja kami
diberi karcis sebagai bukti pembayaran.
Kamipun turun di bangunan merah
yang menjadi icon Malaka. Sekilas Malaka mirip dengan Kota Tua di Jakarta, hanya
saja di Malaka semua bangunan bersejarah diperlakukan sangat-sangat banguniawi (kata lain manusiawi untuk bangunan) sehingga terlihat jelas bagaimana terawatnya cagar budaya tersebut. Berjalan
menyusuri jalan-jalan di Malaka mencari Taming Tower, kenapa kami mencari
Taming Tower? Karena hostel tempat kami bermalam berada di seberang Tower
tersebut. Yupz, setelah bertanya pada polisi pariwisata dan sempat nyasar
akhirnya kami tiba juga di Freak’s Backpacker. Memang rada sulit menemukan guest house tersebut karena sebenarnya bangunan tersebut hanyalah ruko yang disulap pemiliknya menjadi guest house.
Pemiliknya cukup ramah, kalo ga salah namanya Sean, etnis China yang fasih
mandarin+englishnya tapi standar banget bahasa melayunya plus tato yang menghiasi tubuhnya.
Rada males juga sebenernya but we only stay for 1 night, so never mind.
Saya janjian dengan mba Ade di
hostel ini, tapi menjelang magrib saya belum mendapatkan kabar dari Mba Ade.
Selang sejam kami beristirahat, tiba2 saya dikejutkan dengan ketukan
kamar. Tenyata asistennya Sean mengabarkan bahwa teman saya sudah tiba. Horraaayyy…ketemu
juga akhirnya sama mba Ade setelah setahun kita ga ketemu. Ngobrol heboh sampe
bule di lobby yang lagi ngenet senyum ga jelas kearah kita hahahaha. Kebetulan kami memang bermalam dipusat
kota jadi mudah untuk eksplore kemanapun. Kami masuk ke Malaka Square dan
berbalik arah menuju Jonker’s Street. Jonker’s Street itu layaknya
pasar malam, jadi kita bakalan puas belanja oleh-oleh dan mencicipi cemilan khas
malaka. Malam itu Jonker street terasa sesak dengan warga dan wisatawan asing, jadi bukan hanya etnis melayu dan tionghoa saja tapi bule-bule juga
seliweran ditempat ini. Tempat ini tuh kaya pecinan, didominasi banget sama
etnis Tionghoa jadi kebanyakan cemilan masih berbau china. Kami akhirnya
membeli kentang goreng (potatoes twister) rasa barbeque dan lada hitam seharga
5RM untuk 2 buah potatoes twister
|
Menara Taming Sari tepat di depan hostel |
|
Depan pintu masuk Jonker |
|
Salah satu toko di Jonker Street |
|
Jonker Walk |
|
Becak di Melaka |
|
Malaka river at the night |
Back to hostel dan kami pun
terlelap.
Day two,
Selamat pagi, suara burung gagak
sekitar homestay memang rada mengganggu. Dan mau tak mau kami harus mendengar
pekikannya yang terlampau sering. Sarapan di homestay sudah tersedia di meja
makan. Roti tawar beserta selai sudah berjejer rapi, disini sistemnya seperti
dirumah sendiri. Jadi kalo mau makan harus ambil sendiri dan setelah makan
harus cuci piring sendiri. Check out and time to eksplore Malaka. Semalam kami
memang sudah melihat sebagian kecil kota malaka dan pagi ini memang terasa
sangat berbeda…terlihat bentuk bangunan kolonial berpadu dengan budaya melayu
dan tionghoa, sangat unik dan tentu saja menarik. Kami tidak menggunakan bus
atau sepeda, cukup berjalan kaki saja karena obyek yang satu dengan yang lain
tidaklah terlalu jauh. Intinya kita harus foto di icon Melaka, yups…The Stadthuys-Red Building dan beginilah penampakan kami.
|
Our breakfast |
|
Sarapan sebelum check out |
|
Pagi di Taming Sari |
|
Muzium Umno |
|
St Paul's Hill (A Famosa) |
|
Casa del Rio |
|
Satu sudut rumah di Melaka |
|
Ni Kedai Kopi ga ada matinya, pagi2 udah pada antri |
|
Ada kereta kayu nganggur, jepret lagi ah... |
|
Kincir air kesultanan Malaka |
|
Malaka River Cruise |
|
On the Boat |
|
Kawasan sekitar Malaka river |
Enggan rasanya meninggalkan kota eksotik yang menawarkan sajian khas Eropa bercampur etnik lokal yang cukup kental ini, rasanya masih banyak yang saya lewatkan meski sudah semalam disana. Malaka merupakan kota yang nyaman, bersih dan yang terpenting biaya hidup di kota ini masih bisa bersahabat dengan kantong pegawai seperti kami. Kami berpisah dengan mba Ade di Malaka, Mba Ade akan ke Singapore untuk terus melanjutkan ke Batam sedangkan kami menuju KL Sentral mengejar Ekspres Senandung Malam menuju Butterworth.
Penang...kami datang :)
mantap euy ceritanya, mengingatkan flash back trip saya ke melaka sebelumnya, kurang lebih sama spot yang dikunjungi, bahkan penginapan, & moda transportasi dr LCCT ke red building ngeplek habis :)
BalasHapus*fakh
Lah, sebelum kesana kita kan emang tanya2 sama dirimu. Bahkan sampe di Malaka sekalipun kita masih ngrepotin dirimu tanya soal tuh penginapan hahaha. Btw, makasih sudah berkunjung :D
BalasHapussenyum-senyum sendiri gue bacanya..
BalasHapusthank you Guuummm..., nice post
jadi kangen pengen jalan-jalan lagi :)
Yuks..kemana kita?
BalasHapus