Senin, 11 Juli 2011

Bercumbu dengan Jogja Selatan



Jogjakarta…yups, kota itu yang akan saya tuju dalam liburan kali ini dan saya tidak sendiri untuk menikmati kota itu. Bermula  ketika saya mengudpate status pada salah satu jejaring sosial mengenai keinginan saya menuju Jogja akhirnya 3 orang sahabat teracuni oleh status saya dan bersedia untuk ikut menjelajah Jogja, mereka adalah Esthi, Ambar dan Ucup. Mengingat saya, Esthi dan Ucup mencari sesuap nasi di Jakarta sedangkan Ambar di Indramayu maka komunikasi kami terbatas hanya melalui fasilitas FB, YM ataupun sms. Berhubung tanggal yang kami tentukan untuk menuju Jogja bertepatan dengan liburan sekolah maka bisa dibayangkan bagaimana sulitnya untuk mendapatkan tiket kesana. Satu minggu menjelang keberangkatan kami belum mendapatkan tiket kereta api dan kemungkinan terburuknya adalah kita batal ke Jogja hiks hiks hiks. Untungnya Ambar bisa mengupayakan tiket tersebut, Progo penuh Bengawan pun jadi dan kamipun sepakat bertemu di Stasiun Tanah Abang pukul 19.00.

Hari itu…Jum’at 1 Juli 2011

Syukurlah kerjaan yang menumpuk itu selesai juga, sayapun langsung bergegas menuju stasiun Tanah Abang. Pukul 18.45 saya tiba di stasiun dan bertemu dengan Esthi. Menuju ke peron tapi Ambar dan Ucup belum terlihat batang hidungnya sedangkan kereta akan bergegas pukul 19.30. Ambar memang berangkat dari Indramayu dan tiket dititipkan ke ayahnya. Ucup tiba pukul 19.05 dan Ambar masih belum terdengar kabar beritanya. Kami coba menghubungi ayahnya Ambar dan bertemu dengan beliau. Hp saya bergetar, ternyata sms dari Ambar yang mengabarkan dia masih terjebak macet di dalam busway di daerah Kramat Jati. Hadooooohhhh…gimana ini? Kamipun panik bukan kepalang mengingat 15 menit lagi kereta berangkat. Saking paniknya, ayahnya Ambar berkali-kali meminta saya untuk menghubungi Ambar untuk mengetahui keberadaan anaknya yang tidak seberapa itu. Langsung saya ambil hp dan coba menghubungi Ambar dan memintanya untuk segera turun dari busway dan langsung naik ojek ke Jatinegara. Pukul 19.25 kamipun menuju kereta Bengawan diantar ayahnya Ambar, makasih ya om sudah repot-repot dari Serpong hanya untuk mengantarkan tiket buat anak-anak lucu ini :). Oiya harga tiket kereta ekonomi menuju Jogja cuma 35k, cukup murah kan?

Pukul 19.30

Bengawanpun akhirnya membunyikan pluit panjangnya menandakan dia akan bergegas meninggalkan Jakarta. Bengawan mulai berjalan perlahan dengan gerbong-gerbong yang sudah sesak dengan penumpang dan  kami masih berharap semoga saja Ambar bisa sampai di Jatinegara sebelum Bengawan tiba. Ditengah kekhawatiran soal Ambar yang masih terjebak macet, insiden tidak menyenangkan terjadi. Menjelang stasiun Manggarai oknum yang tidak bertanggungjawab melemparkan petasan kedalam kereta dan meledak mengenai jilbabnya Esthi…untungnya tidak terjadi apa-apa hanya saja jilbabnya Esthi yang sedikit terbakar. Ckckck…apa mereka tidak berfikir tentang keselamatan penumpang di kereta yah?
Kali ini Hp Esthi yang berbunyi, Ambar mengabarkan sudah berada di stasiun Jatinegara...syukurlah. Bengawanpun tiba di Jatinegara, kamipun masih harap harap cemas apakah Ambar masih bisa masuk kedalam kereta mengingat lonjakan penumpang yang gila-gilaan pada liburan kali ini. “Heeeyyy…kalian disini rupanya?”, kata Ambar. Thanks God, akhirnya kami  dipertemukan juga dengan Ambar setelah terpisah berabad-abad wkwwkkkwkk.

Keretapun melaju menuju Jogja, kamipun terlibat perbincangan seru. Cerita-cerita mengenai keindahan Indonesia meluncur begitu saja sebagai topik diskusi kami, sampai akhirnya terjadi tragedi  ‘Coffe Trouble’. Kopi pesanannya Ucup jatuh dan mengenai sebagian baju dan tas kami. Dengan lembaran-lembaran tissue akhirnya selesai juga usaha mengeringkan baju dan tas kami dari guyuran kopi tapi tidak dengan aromanya hahahaha. Namanya juga kereta ekonomi, pedagang sliweran wara wiri gak ada habisnya ditambah dengan kursi yang berhadapan dengan kondisi lutut langsung bertemu lutut membuat kami tidak begitu leluasa untuk beristirahat. Pukul 06.30 kami tiba di Lempuyangan setelah 11 jam berada di Bengawan. Turun dari kereta dan langsung menghirup udara Jogja…mmmhhhh.





Sabtu, 2 Juli 2011

Sesampainya di Lempuyangan kami langsung bergegas ke kamar mandi membenahi diri kami yang berantakan. Setelah dirasa tidak terlampau apek kamipun langsung menumpang kereta Prameks menuju stasiun Tugu, mengingat akses dari Tugu lebih mudah ketimbang dari Lempuyangan. 
Tiba di stasiun Tugu dan lapar menyerang…memang perut kami hapal dengan waktunya sarapan huufft. Keluar stasiun dan semangkok soto pak Gareng di Jl Mangkubumi menjadi menu sarapan kami kali ini. Saya hanya membayar 8rb untuk semangkok soto dan milo hangat, cukup murah bukan? Tadinya kami tidak terlampau khawatir setibanya kami di Jogja karena ada seorang rekan yang sudah menawarkan kendaraan dan rumahnya untuk kami sita selama di kota gudeg ini, tapi karena satu dan lain hal akhirnya rekan kami tersebut menyatakan penyesalannya karena tidak dapat membantu. “Ga papa mas bro, trima kasih banyak buat tawarannya tapi lain kali bantu kami lagi yaks”, begitu kira-kira sms saya ke sahabat saya itu. Dan sekarang saatnya memutar otak agar spot-spot yang udah dilist bisa kita datengin. Sayangnya Ucup punya urusan di Jogja, jadi saya, Esthi dan Ambar yang akan ngebolang di Jogja ini. Coba cari rentalan motor dan kami diinfokan oleh bapak penjaga parkiran untuk menyewa motor di daerah Pasar Kembang. Kamipun langsung menuju TKP dan nego dengan pemilik rental agar tarifnya bisa diturunkan. Akhirnya kami dapat harga 60rb/hari untuk motor Supra. Karena kami memang tidak begitu familiar dengan Jogja akhirnya kami mulai sibuk mencari ‘korban’ untuk menjadi guide kami selama di Jogja. Sekitar 3 jam kami coba hubungi rekan, saudara, orang yang baru kami kenal, atau siapapun itu tapi hasilnya nihil. Untungnya Esthi punya rekan yang tinggal di Jogja, kenal pada saat Esthi naik ke Merbabu. Horrraaay, akhinya bisa dapet korban juga hahaha. Korban itu bernama Joyo. Pukul 11.00 siang dimana matahari lagi terik-teriknya kamipun tetap sumringah menuju destinasi pertama.

Gunung Api Purba Nglanggeran


Terletak di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk Gunung Kidul, Gunung api purba ini  memang agak tersembunyi. Jadi kalo dari  kota Jogja kita ambil ke arah Wonosari, kurang lebih sekitar 1 jam perjalanan dengan mengendarai sepeda motor dari Kota Jogja. Sedikit tersesat menuju lokasi tersebut, mengingat lokasinya yang melalui desa-desa. Kamipun sesekali bertanya mengenai lokasi gunung tersebut pada masyrakat disana dan tak jarang kami harus membalik kendaraan kami karena terlewat. Satu kejadian menarik dimana ketika kami bertanya dan memutar balik kendaraan saya langsung menarik gas motor tanpa sadar Ambar tidak ada di jok belakang motor saya….ternyata Ambar ketinggalan, pantas saja tarikan motor saya kok jadi lebih ringan, wkwwkkkk. Setibanya disana kamipun membeli tiket masuk seharga 3rb/orang plus seribu untuk parkir motor. Memasuki areal Gunung purba ini mata kami dipaksa untuk melihat kemegahan dan kekokohan gugusan gunung ini. Jalur treking yang kami lalui lumayan menantang  dan sesekali mulut kami berdecak kagum atas secuil keindahan ciptaan-Nya yang dahsyat ini. Melewati jalan setapak, jalur sempit bahkan mendaki batu terjal seperti layaknya seorang pendaki membuat kami bersemangat untuk menaklukan gunung ini hanya dengan waktu 1 jam saja hahaha. Untungnya saya ditemani sandal Cibaduyut seharga 35rb, jadi treking saya sedikit berwarna mengingat sandal yang saya kenakan bukanlah sandal gunung ;). Setelah menempuh perjalanan yang menguras air minum itu akhirnya kamipun tiba dipuncak. Dari atas gunung ini kami bisa melihat kebawah dimana hamparan ladang, kebun dan sawah yang hijau bagai karpet mushola...loh? Ditambah lagi dengan puluhan tower-tower yang menjulang menjadikan tempat ini berbeda. Luar biasa, saya tidak bisa menggambarkan kemegahan gunung ini dengan kata-kata. Bagi anda yang memang hobby treking dan suka akan keindahan bumi dilihat dari ketinggian, saya kira tempat ini layak untuk anda kunjungi.














  

  

 








 Melanjutkan perjalanan…

Gua Pindul
Tujuan kami selanjutnya adalah Gua Pindul. Goa yang terletak di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo Gunung Kidul, kira-kira satu jam perjalanan dari Gunung Nglanggeran. Lokasinya memang agak susah ditemukan, tanya saja Desa Bejiharjo dan setibanya di Bejiharjo tanya Gua Pindul. Saat kami memasuki Bejiharjo kami sempat bertanya pada masyrakat disana, malahan mereka menyebutnya Gua Gandul..entah Pindul atau Gandul itu sama atau tidak kami hanya manggut-manggut saja hehehe. Tiba di TKP dan kami disambut dengan keramahan pengelolanya. Menurut infomasi yang kami terima, Gua Pindul merupakan gua dengan alur sungai di bawah tanah dengan panjang sekitar 300 meteran. Gua dengan lebar 5 meter dan tinggi dari muka air ke langit-langit gua sekitar 4 meter mempunyai kedalaman air antara 4-7 meter. Ada paket-paket yang bisa diambil, mulai dari susur gua, bodyrafting atau cavetubing. Kami mengambil paket cavetubing seharga 30ribu/orang plus bonus bakso hangat dan teh rosella diakhir caving. 

Untuk menikmati gua Pindul, kamipun dilengkapi dengan pelampung, ban untuk kami naiki plus sepatu karet warna putih. Perjalanan menuju Goa dari tempat pengelola tidaklah jauh sekitar 100 meter saja, bayangkan kalo jauh…lumayan juga kan kalo kita harus membawa serta ban ini sendiri hehehe. Sebelum menuju Goa Pindul kami diminta berdoa terlebih dahulu agar diberikan kemudahan dalam menyusuri goa. Berdoa selesai, saatnya bergegas menuju Goa Pindul…..Yiiiihhhaaaaa. Sampai di mulut gua ada sekumpulan anak-anak kecil sedang mandi dan seorang ibu yang sedang mencuci baju. Antusias sekali mereka menyambut kami, senyum bergelayut dibibir bocah-bocah tersebut sambil sesekali mereka beratraksi dengan berjungkir balik di sungai tersebut.



Mulai masuk kedalam ban dan merasakan sejuknya air sungai ini, 3 orang pemandu siap menemani kami mengarungi Gua Pindul ini. Saya lupa siapa nama bapak yang memandu kami tapi beliau begitu ramah dan hangat sambil menjelaskan perihal Goa Pindul ini. Goa Pindul dibagi menjadi 3 zona, zona redup, zona gelap dan zona terang. Karena pemandu sudah dilengkapi dengan helm plus lampu maka kami bisa melihat gua ini dengan jelas. 



Memasuki gua kami sudah disuguhi dengan stalaktit yang indah dibalut dengan pahatan-pahatan tebing alam yang kokoh. Stalaktitnya masih ada yang aktif loh, masih ada tetesan-tetesan air yang kami rasakan diujung stalaktit tersebut. Dahulu Goa Pindul digunakan untuk tempat budidaya walet, tapi seiring burung walet yang semakin beranjak pergi membuat gua ini sekarang dipenuhi oleh ribuan kelelawar. Lihat saja langit-langit gua ini, banyak sekali kelelawar dan kotorannya yang masih menggantung…yyaaaacckk. 









Mulai menyusuri gua ini...





Pemandu kami menerangkan bahwa ada mitos mengenai batu yang bisa menambah keperkasaan pria, Joyo dengan sigap langsung meluncur dan memegangnya, saya cukup memeluknya saja ;). Oiya, selain itu ada tempat dimana para kelelawar itu bercumbu loh….kami dipelihatkan tindakan tidak senonoh dimana satu betina dikeroyok oleh 2 sampai 3 jantan ckckck. Mendekati akhir perjalanan pada zona terang kami diberikan kesempatan untuk menaiki tebing dan meloncat ke arah sungainya. Well, it seems like a little Green Canyon in Pangandaran hehehe. Bbbbrrrrrr….dingin, tapi tak menyurutkan kami untuk kembali terjun. Akhirnya selesai sudah penjelajahan susur Pindul. Kamipun mulai berenang keluar menuju mulut gua. Sampai sudah kami ditepian dan tidak hanya selesai sampai disitu, kami harus memanjat tebing dengan bantuan tali dan pijakan seadanya. untuk sampai ke atas. Selesai sudah….bakso panaspun sudah tersedia untuk menghangatkan tubuh kami yang basah karena aktivitas tadi. Dingin-dingin langsung makan bakso….mantapppph.


  

  



 
  

  

 

 
Jembatan Sayidan
Makan di pinggirnya kali Code
Rencananya kami ingin mengejar sunset di Boko tapi waktunya tidak memungkinkan. Kamipun kembali ke kota Jogja dengan badan menggigil lantaran pakaian yang kami kenakan masih setengah basah. Menembus malam menuju Jogja kamipun berhenti sejenak di Patuk untuk melihat gemerlap cahaya kota Jogja. Kerlap kerlip lampu kota Jogja terlihat menawan. Melanjutkan perjalanan dan tibalah kami di kota Jogjakarta. Esti dan Ambar diminta untuk segera mengganti pakaian di kost rekannya Joyo agar lebih nyaman sedangkan saya cukup rebahan dan berharap silir angin akan mengeringkan baju saya.  Selesai berbenah kami pun langsung menuju Sayyidan untuk makan malam. Makan malam dipinggiran kali Code, mmhhh….lumayan menarik. Selesai makan kami langsung menuju daerah Malioboro untuk mencari losmen. Joyo ke kost bersama Dian dan Mbak sopo yo? Lali je…heehehe. Parkir motor di depan Malioboro Mal trus mulai muter-muter diseputaran Malioboro menenteng backpack. Kamar penuh, room is full, maaf tidak ada kamar…pegeeeelll. Liburan gini bikin apa-apa jadi susah, biasanya saya masih bisa dapat kamar kok walaupun sudah malam. Capek dengan aktivitas tadi siang plus membawa backpack kemana-mana bikin lapar lagi. Ambil motor dahulu sambil memutar otak akan nginep dimana kami malam ini.


Terdampar di Malioboro
Ambar sebenarnya sudah bisa meyakinkan rekannya yang tinggal di Prambanan untuk kami singgahi, tapi kami fikir karena sudah terlampau malam dan jarak yang lumayan jauh jadi kami ucapkan terima kasih pada rekannya Ambar tersebut. Alternatifnya ya tidur di stasiun atau di Masjid tapi Esthi punya ide untuk menghubungi Pa’ Agus, pemilik rental motor yang kami pinjam. Waktu itu sudah pukul 23.00, Esthi coba menelpon Pa’ Agus tetapi sayang, tidak ada jawaban. Ya sudahlah, terpaksa kami harus memaksakan kaki kami ke arah Stasiun Tugu untuk bermalam disana. Selang beberapa menit Pa’ Agus menelpon balik kami menanyakan ada apa gerangan. Dengan segala rayu dan nada memelas yang kami miliki akhirnya beliau mengizinkan kami menginap di kediamannya. Horraayyy, gak jadi ngegembel malam ini hahahaha. Makan dulu di lesehan, pake gudeg plus telor dan es teh manis abis 10rb. Lihat simbah-simbah sambil menggendong barang dagangannya membuat kami berfikir untuk membeli  dagangannya khusus oleh-oleh buat Pa’ Agus. Rempeyek, peyek belut plus rengginang kami beli, selesai langsung menuju Jl. Godean km 8. Jogja malam itu dingin sangat…bbbrrrrr. Tiba di kediamannya Pa’ Agus sudah pukul 24.00, jadi merasa bersalah lantaran ngrepotinnya gak tanggung-tanggung. Rumah Pa’ Agus tergolong unik, rumah Joglo yang cukup besar namun hanya ditempati oleh keluarga kecilnya saja. Memasuki pintu gerbang rumah saja kami sudah disambut dengan ucapan khas selamat datang yang berasal dari pagar rumah. Untungnya kami nggak 'sakit', cuma sedikit 'cacad' sehingga kami lolos dari seleksi pagar laknat itu wkwkwkwkkk.
Notes di depan pintu masuk rumah Pa' Agus
Thanks for this home
Kediamannya Pa' Agus

Minggu, 3 Juli 2011

Hoaaaamm…selamat pagi, hampir saja saya melewatkan shalat subuh. Jogja malam itu dingin luar biasa, jadi tidur saya tidak begitu nyenyak tadi malam. Keluar sebentar lihat-lihat jalan Godean langsung ngrepotin Pa’ Agus lagi. Kita mau menyewa motor lagi untuk setengah hari. Kali ini kami hanya bertiga, minus Joyo. Ambar yang tidak mempunyai SIM nekad membawa motor bersama dengan Esthi sedangkan saya cukup sendiri saja. Langsung menuju Prambanan tapi rencananya kita akan ke Candi Boko karena kemarin tidak sempat nyanset disana. Sesekali saya menunggu munculnya Ambar yang sempat tertinggal, lalu melanjutkan perjalanan kembali. 


Candi Boko

Berkendaraan sekitar 45 menit dari kota Jogja, melewati jalan Solo, Kalasan dan menjelang candi Prambanan kita ambil arah ke kanan ke arah pasar Prambanan terus saja megikuti jalan tersebut. Kurang lebih 4-5  km dari pasar Prambanan sudah terlihat petunjuk Candi Boko. Harga tiket  Rp.12.500/orang plus izin foto 5rb. Sayangnya kami datang pada waktu yang tidak tepat, kami datang siang hari padahal Boko cantik pada sore hari karena kita bisa melihat sunset secara jelas disini. Memasuki areal candi kami disabut oleh rusa tutul yang diberi pagar pembatas, karena belum sarapan akhirnya kami memutuskan untuk makan mie dengan membayar 5rb sambil bercengkrama dengan rusa-rusa tersebut. Kurang lebih 50 meter kami berjalan baru terlihat bangunan candi. Candi ini hampir sama dengan candi kebanyakan, hanya saja banyak bangunan candi yang tidak utuh. Menurut kami bagian candi yang masih terlihat megah hanya bangunan depan yang berupa 2 buah gapura tinggi. Gapura pertama memiliki 3 pintu sedang gapura kedua memiliki 5 pintu. Setelah memasuki kedua gapura tersebut anda akan melihat bangunan candi dan candi pembakaran. Menurut info yang saya dapat di areal ini terdapat sumur misteri yang berisi air suci dan gua lanang, tapi tidak sempat menemukannya karena kami agak enggan berpanas-panas ria. Karena siang itu terasa sangat terik kamipun menyudahi penjelajahan di istana Ratu Boko ini. Sepertinya saya perlu kembai ketempat ini untuk membuktikan sunsetnya

Kembali menuju kota Jogja…
Kami harus berpacu dengan waktu mengingat kereta api Progo akan bergegas meninggalkan Jogja pukul 16.45. Saat itu sudah pukul 14.20 dan kami masih berada di Prambanan. Dalam perjalanan pulang karena saking hausnya kepala saya sesekali menoleh mencari-cari minimarket yang menjual minuman dingin. Setelah beberapa saat, mata saya pun tertuju pada Es Dawet berjejer di daerah Kalasan. “Mmmhhh, seger nih siang-siang ngedawet”, begitu kira-kira yang ada diotak saya. Akhirnya saya pun memberikan sign kiri tanda saya akan merapat ke tukang dawet. Srupuuuttt…mmh segernya, cukup 2rb/gelas  anda bisa menikmati segarnya es dawet. Lanjut….

Istana Air Taman Sari

Setelah dahaga berkurang kami segera meluncur menuju Taman Sari. Kami pacu kuda besi kami menembus teriknya panas dan kemacetan menjelang memasuki kota Jogja. Langsung menuju TKP setelah sedikit bertanya dan kamipun tiba di areal Taman Sari. Terletak di sebelah barat kraton Jogja dibangun untuk tujuan menentramkan hati, istirahat dan rekreasi keluarga kerajaan. Dengan membayar 3rb/orang plus seribu rupiah untuk izin foto. Objek utama Tamansari ini adalah kolam air yang dikelilingi benteng setinggi 6 meter. Dahulu Tamansari berfungsi sebagai kolam pemandian para istri Sri Sultan Hamengkubuwono I. Lokasi ini cukup apik untuk dijadikan objek photografi, terlihat dari antusiasme pengunjung yang tidak melewatkan setiap sudut bangunan ini untuk dijadikan objek jepretannya. Sepanjang saya melintas terlihat para photografer dengan kamera dan lensa yang segede gaban mencari angle terbaik untuk jepretan mereka, dan karena bentuk bangunannya yang unik dan mewah membuat tempat ini masuk kedalam list untuk prewed saya nanti hahaha.

Selesai berfoto-foto ria kamipun segera bergegas menuju tempat oleh-oleh sekaligus mengembalikan motor ke pemiliknya, Pa’ Agus. Kamipun menuju Jl KS Tubun untuk membeli oleh-oleh khas Jogja Bakpia Patuk 25. Selesai belanja menuju Jl Pasar Kembang untuk mengembalikan motor. Setelah transaksi selesai tak lupa kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Pa’ Agus dan Bro Joyo, yang sudah banyak membantu kami selama di Jogjakarta ini..

Menuju Lempuyangan dengan menumpang kereta api Madiun Jaya dari Stasiun Tugu. Sesampainya di Lempuyangan ternyata Progo sudah penuh sesak dengan penumpang yang hendak ke Jakarta. Sayapun terpisah dengan Ambar, Esthi dan Ucup. Mereka masih dalam kereta yang sama namun dengan gerbong berbeda. Sesaknya Progo tidak membuat saya jera untuk mengunjungi Jogja kembali.

Pukul 16.45
Dan Progopun melaju meninggalkan Jogja..

7 komentar:

  1. woaaah kangen yogya nih darling
    kena petasan, ktumpahan kopi, berdiri di ka pas plg smp puegel, bsh2an dr gn kidul ke yogya plus sempet tdampar di st tugu ga ngbuat gw kapok ke yogya..msh pnasaran sm puncak suroloyo
    yogyaaaa gw pasti balik lg
    trip yg bnr2 byk hambatan tp seru abis!
    Thx 2 darling, selir 2 n joyo plus ucup - yg jd pny byk julukan hahaha - yg ngbwt gw jd cinta ma yogya

    BalasHapus
  2. ayyoooo qt ke jogjaaaah lagi..pengen balik lagi euy..
    Menyenangkan ngebolang bersama kalian...
    matursuwun sanget special bwt joyo n pak Agus..hidup jogjaaaaahhhh,heheheh ;)

    BalasHapus
  3. Dets rait selir 2, pokoknya kita harus ke jogja lagi dan ngrepotin mereka lagi (joyo+pa'agus) hehehe

    BalasHapus
  4. gw belom pernah ke goa2 di gunung kidul, pengen wisata karst jadinya..

    wuiiiiiiiiiiiiih jalan2 mulu dia

    BalasHapus
  5. Cobalah menikmati Jogja dari sisi yang berbeda bung...gw malah pengen ke Pacitan :)

    BalasHapus
  6. Yoi selir 1, untungnya si kulkas butut itu gak ikut ngebolang...rempong ntar kita wkwkwkk. Pokoknya ini trip yg menyengsarakan plus menabjukan. Thanks banget buat bro Joyo yg dgn rela mengorbankan kisah cintanya, special thanks for pa' Agus yg sudi menampung anak2 lucu ini. Puncak suroloyo pasti akan terus menanti, tinggal tunggu saja waktunya

    BalasHapus
  7. mantaaappp ...kapan ke goa pindul lagiii????
    ada banyak tantangan lho sekarang...!!!

    by : guide cave tubing pindul
    http://www.facebook.com/ariff.sulistyo1

    BalasHapus