Sabtu, 01 Oktober 2011

Romantisme Abstrak di Kota Tua

Siang itu di depan Fatahilah
"Everything" nya Michael Buble mengalun pelan di HP saya, sebuah panggilan dari Farida membuat saya menekan tombol answer. Ternyata rekan kami Dea yang berdomisili di Bandung Minggu ini akan melancong sejenak ke Jakarta dan Kota Tua menjadi tujuannya. Saya sebenarnya agak malas ke tempat itu, bukan lantaran karena sudah keseringan kesana atau apa tapi karena sudah dipastikan Kota Tua akan padat ketika liburan dan saya tidak begitu suka dengan keramaian, maklum terbiasa jadi anak rumahan hahaha.

Berhasil membujuk Esthi, Agung dan Huda akhirnya kami sepakat akan bertemu di Monas terlebih dahulu. Karna Minggu merupakan hari tidur sedunia dan saya merupakan salah satu anggota komunitas tidur di hari Minggu menyebabkan saya telat untuk datang ke Monas. Buru-buru ngejar busway tapi ternyata busway yang saya tunggu sepertinya juga sedang menikmati hari libur ini (lama datangnya,red). Matahari  sudah mulai beranjak naik dan sudah dipastikan saya telat, akhirnya saya putuskan untuk langsung menuju Kota Tua saja.

Tiba juga di kawasan Kota Tua, langsung menuju Kafe Batavia dan terlihat Esthi sedang asyik menikmati ketupat sayurnya sedangkan yang lain asyik berkeliling melihat tontonan gratis sembari sesekali pose dan jepreeettt, suara kamera pocket, SLR ataupun kamera HP mulai terdengar. Oiya, tambah rekan lagi, namanya Dani...wanita seksi dan narsis itu. Mulai mengeksplor kawasan ini untuk memanjakan sang Nyonya (Dea,red). Masuklah kami ke Musium Fatahilah dengan menyetor 2K saja per orang. Sang Nyonya pun mulai beraksi dan saya yang mungkin sudah bosan pada tempat ini hanya bisa melihat kecerian sang Nyonya yang riweh mencari spot untuk jeprat jepret.

Fatahilah sudah dieksplor tapi masih belum juga membuat sang nyonya puas. Akhirnya kami putuskan untuk menggowes sepeda mengelilingi kawasan Kota Tua ini. Jakarta terik  hari itu dan es potong menemani kami melewati panasnya Jakarta. Hakim datang juga siang itu setelah menghadiri acara apa yah, entahlah saya lupa nama acaranya.  8 orang akhirnya terkumpul, Agung, Huda, Dea, Dani, Hakim, Esthi, Farida dan tentunya saya sendiri. Pas untuk merental 4 sepeda untuk menjamah tiap sudut kawasan ini. Dengan membayar 23ribu yang sudah dengan seorang guide berangkatlah kami menerjang teriknya Jakarta dengan pasangan masing-masing. Saya memilih Farida yang berbentuk minimalis, Esthi dengan Agung, Huda yang beruntung dengan Dani si seksi dan Nyonya Dea dengan Hakim.

And the journey begin...





 






Menyusuri pelabuhan Sunda Kelapa, masuk kedalam kapal angkutan barang dan mendapatkan info ke Belitong murah dengan menumpang kapal tersebut, merinding di Museum Bahari, pose di jembatan Kota Intan dan Toko Merah dan terakhir mengantarkan sang Nyonya kembali ke Bandung.

Walaupun sempat terbersit berkata tidak untuk kota tua tapi bersama mereka saya benar-benar menikmati romantisme abstrak yang tersaji lewat moment dan jepretan-jepretan gambar diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar