Senin, 15 April 2013

Satu Malam Di Malaka

Berbekal tiket promo AirAsia saya kembali menempatkan stempel imigrasi di passpor saya. Yupz, kali ini negeri Jiran yang menjadi destinasi kami. Meskipun Malaysia bukanlah destinasi favorite, tapi siapa sih yang tidak tergoda dengan harga miringnya AA?

Dan inilah cerita kami...

Day one,

Flight JKT-KL by AirAsia terjadwal pukul 08.35 dan tiba di KLCC pukul 11.35. Imigrasi di Soetta & KLCC tidak seribet di Changi, cukup scan mata dan we’re in Malaysia now. 

Berhubung waktunya jam makan siang, kamipun langsung meluncur ke food court (Medan Selera). Harga makanan disini tidak jauh beda dengan di tanah air. Terjangkaulah, kita makan nasi lemak sekitar 4RM atau senilai 12K. Meskipun masih bisa masuk ke lidah kami, tapi tetep aja…makanan Indonesia itu juara banget. Kami memang belum memiliki itin fix, tujuan kami hanya mengeksplore Malaka dan Penang. Jadi selepas mendarat kami langsung tancap ke Malaka dan bermalam di kota ini. Oiya, kami juga janjian sama Mba Ade di Malaka, mba Ade berangkat dari Bintan jadi dia nyebrang ke Batam trus lanjut ke Singapore kemudian lanjut lagi ke KL trus Malaka…Cckkkcckk, mba Ade hebat euy.

Tiket LCCT-Melaka
Bus ke Melaka
Ada bus yang langsung mengantarkan kami ke Malaka, lama perjalanan sekitar 2-3 jam tergantung macet atau tidaknya perjalanan. Busnya nyaman dengan harga tiket 20 RM, dan bus melaju diatas jalan tol yang terbentang panjang. Hanya saja agak terasa membosankan karena yang kita lihat hanya kebun-kebun sawit yang berjejer hampir separuh perjalanan. Saya yang memang mengantuk akhirnya terlelap hingga bus berhenti di Malaka Sentral. Malaka Sentral adalah terminal bus yang tidak terlalu besar namun cukup tertata dengan apik. Didalamnya terdapat toko-toko pakaian dan cinderamata serta warung makan dan counter tiket antar bangsa sebagai identitas bahwa tempat itu merupakan terminal.

Sebenarnya ada free shuttle yang mengarah ke pusat wisatanya Malaka. Namun karena kami rasa sudah terlampau sore maka kami memutuskan menumpang pada bus Panorama No. 17 dengan harga tiket 1,30 RM. Sama seperti di Singapore, disini ga ada kenek jadi begitu kita masuk kita langsung bayar dan oke-nya lagi meski harga tiketnya murah tetap saja kami diberi karcis sebagai bukti pembayaran. 

Kamipun turun di bangunan merah yang menjadi icon Malaka. Sekilas Malaka mirip dengan Kota Tua di Jakarta, hanya saja di Malaka semua bangunan bersejarah diperlakukan sangat-sangat banguniawi (kata lain manusiawi untuk bangunan) sehingga terlihat jelas bagaimana terawatnya cagar budaya tersebut. Berjalan menyusuri jalan-jalan di Malaka mencari Taming Tower, kenapa kami mencari Taming Tower? Karena hostel tempat kami bermalam berada di seberang Tower tersebut. Yupz, setelah bertanya pada polisi pariwisata dan sempat nyasar akhirnya kami tiba juga di Freak’s Backpacker. Memang rada sulit menemukan guest house tersebut karena sebenarnya bangunan tersebut hanyalah ruko yang disulap pemiliknya menjadi guest house. Pemiliknya cukup ramah, kalo ga salah namanya Sean, etnis China yang fasih mandarin+englishnya tapi standar banget bahasa melayunya plus tato yang menghiasi tubuhnya. Rada males juga sebenernya but we only stay for 1 night, so never mind.

Saya janjian dengan mba Ade di hostel ini, tapi menjelang magrib saya belum mendapatkan kabar dari Mba Ade. Selang sejam kami beristirahat, tiba2 saya dikejutkan dengan ketukan kamar. Tenyata asistennya Sean mengabarkan bahwa teman saya sudah tiba. Horraaayyy…ketemu juga akhirnya sama mba Ade setelah setahun kita ga ketemu. Ngobrol heboh sampe bule di lobby yang lagi ngenet senyum ga jelas kearah kita hahahaha. Kebetulan kami memang bermalam dipusat kota jadi mudah untuk eksplore kemanapun. Kami masuk ke Malaka Square dan berbalik arah menuju Jonker’s Street. Jonker’s Street itu layaknya pasar malam, jadi kita bakalan puas belanja oleh-oleh dan mencicipi cemilan khas malaka. Malam itu Jonker street terasa sesak dengan warga dan wisatawan asing, jadi bukan hanya etnis melayu dan tionghoa saja tapi bule-bule juga seliweran ditempat ini. Tempat ini tuh kaya pecinan, didominasi banget sama etnis Tionghoa jadi kebanyakan cemilan masih berbau china. Kami akhirnya membeli kentang goreng (potatoes twister) rasa barbeque dan lada hitam seharga 5RM untuk 2 buah potatoes twister

Menara Taming Sari tepat di depan hostel
Depan pintu masuk Jonker
Salah satu toko di Jonker Street
Jonker Walk
Becak di Melaka
Malaka river at the night
Malaqa House
Sudut kota Malaka
Enjoying potatoes twister
Newton..tempat kami dinner
Sayangnya rada gerimis jadi kami memutuskan untuk kembali dan mencari makan disekitar dataran Palawan. Yups, akhirnya kami menyambangi kuliner Newton. Pesen nasi goreng pattaya, kwetiau, dan nasi goreng belacan. Saya, Desi dan Koko pesan ice tea dan mba Ade pesen lemon tea, ternyata ice tea yang dimaksud itu teh tarik, dan akhirnya pesen lagi sambil menunjuk es teh pesanan orang lain. Si abang-nya langsung bilang itu namanya Tea O Ice (Teh O, kalo di Indonesia es teh).
Back to hostel dan kami pun terlelap.

Day two,

Selamat pagi, suara burung gagak sekitar homestay memang rada mengganggu. Dan mau tak mau kami harus mendengar pekikannya yang terlampau sering. Sarapan di homestay sudah tersedia di meja makan. Roti tawar beserta selai sudah berjejer rapi, disini sistemnya seperti dirumah sendiri. Jadi kalo mau makan harus ambil sendiri dan setelah makan harus cuci piring sendiri. Check out and time to eksplore Malaka. Semalam kami memang sudah melihat sebagian kecil kota malaka dan pagi ini memang terasa sangat berbeda…terlihat bentuk bangunan kolonial berpadu dengan budaya melayu dan tionghoa, sangat unik dan tentu saja menarik. Kami tidak menggunakan bus atau sepeda, cukup berjalan kaki saja karena obyek yang satu dengan yang lain tidaklah terlalu jauh. Intinya kita harus foto di icon Melaka, yups…The Stadthuys-Red Building dan beginilah penampakan kami.
Our breakfast
Sarapan sebelum check out
Pagi di Taming Sari
Abstrak di Muzium Seni Bina Malaysia
Tetap pede di negri tetangga
Depan Church of Melaka
Ceritanya lagi prewed
Mba Ade, Koko, Desi and me
Muzium Umno
St Paul's Hill (A Famosa)
Casa del Rio
Satu sudut rumah di Melaka
Ni Kedai Kopi ga ada matinya, pagi2 udah pada antri
Ada kereta kayu nganggur, jepret lagi ah...
Kincir air kesultanan Malaka
Malaka River Cruise
On the Boat
Kawasan sekitar Malaka river











Enggan rasanya meninggalkan kota eksotik yang menawarkan sajian khas Eropa bercampur etnik lokal yang cukup kental ini, rasanya masih banyak yang saya lewatkan meski sudah semalam disana. Malaka merupakan kota yang nyaman, bersih dan yang terpenting biaya hidup di kota ini masih bisa bersahabat dengan kantong pegawai seperti kami. Kami berpisah dengan mba Ade di Malaka, Mba Ade akan ke Singapore untuk terus melanjutkan ke Batam sedangkan kami menuju KL Sentral mengejar Ekspres Senandung Malam menuju Butterworth.
Penang...kami datang :)

4 komentar:

  1. mantap euy ceritanya, mengingatkan flash back trip saya ke melaka sebelumnya, kurang lebih sama spot yang dikunjungi, bahkan penginapan, & moda transportasi dr LCCT ke red building ngeplek habis :)

    *fakh

    BalasHapus
  2. Lah, sebelum kesana kita kan emang tanya2 sama dirimu. Bahkan sampe di Malaka sekalipun kita masih ngrepotin dirimu tanya soal tuh penginapan hahaha. Btw, makasih sudah berkunjung :D

    BalasHapus
  3. senyum-senyum sendiri gue bacanya..
    thank you Guuummm..., nice post
    jadi kangen pengen jalan-jalan lagi :)

    BalasHapus