Kamis, 07 Februari 2013

Numpang Nampang di Pampang

Siang itu handphone butut saya bergetar dan alunan Fireflies-nya Owl City mulai terdengar pertanda adanya panggilan masuk, dari Hendri ternyata. Saya dan Hendri memang berencana ke Desa Pampang, untungnya David, Ria, Anes, Ika, Asmi dan Ellen pasrah teracuni untuk ikut serta kesana. Meeting point dirumah Ria yang lagi riweuh masak buat makan siang, oseng kangkung plus sambel terasinya muantep loh ya...hehehehe.

Pukul 13.00 akhirnya kami baru berangkat ke Pampang. Pampang terletak di jalan poros Samarinda-Bontang, sekitar 20 km dari kota Samarinda. Perhatikan saja kiri jalan, nanti akan ada papan nama bertuliskan Desa Pampang, tidak terlalu besar memang. Masuk saja terus, dan sekitar 5 km kedepan kita akan memasuki Desa Budaya Pampang. Bayar retribusi 15rb...criiing dan kitapun mendapatkan gelang manik bertuliskan Pampang.


Oiya, bila Anda ingin mengunjungi Desa Pampang, sebaiknya datanglah pada hari Minggu sebelum pukul 14.00 Wita. Kenapa? Karena setiap hari Minggu, di Lamin Adat akan digelar tarian dan permainan khas Dayak, selain itu di pinggir kanan dan kiri Lamin terdapat stand-stand kerajinan dan cinderamata yang bisa jadi membuat Anda galau untuk merogoh kocek untuk membeli barang-barang unik khas Dayak.

Kami telat tiba sampai disana, ternyata Lamin adat sudah ramai dengan para wisatawan yang hendak melihat pertunjukan budaya tersebut. Suara alat musik, nyanyian dan tarian khas Dayak Kenyah memenuhi indra pengelihatan dan pendengaran saya. Entah apa nama tarian yang dimainkan penari-penari tersebut, namun yang pasti antusiasme pengunjung begitu terasa dari riuhnya tepuk tangan selepas tarian usai. Ada beberapa tarian yang dibawakan dan memang beragam, hanya saja kalau saya perhatikan gerakan antara tarian yang satu dengan yang lain tidaklah jauh berbeda. Bentuk tariannya seperti kepakan burung, didukung dengan properti yang digunakan berupa bulu burung enggano asli. Saat itu saya merasa seakan sedang melihat burung yang sedang menari...bukan manusia yang menari, karena manusia yang saat itu sedang menari, cantik dan luwesnya gak kalah dengan burung enggano *ditampar bolak-balik sama penarinya. Ada tarian yang seru, entah apa namanya. Masing-masing penari memegang selendang yang digantung diatap dan kemudian saling berjalan membentuk satu pola dan luar biasanya...selendang tersebut menjadi satu bentuk anyaman cantik seperti pita.




Dan ini yang paling keren, entah apa namanya permainan ini. Saya juga pernah melihat permainan ini di Jawa. Permainannya cukup mudah, kita hanya diminta untuk melewati barisan kayu yang tersusun dari ujung ke ujung. Kayu yang berjumlah genap tersebut diberi jarak, untuk 2 buah batang kayu tersebut akan dipegang oleh 2 orang secara berhadapan. Kayu kemudian digerakkan dan dihentakkan membentuk suatu irama. Pemegang kayu akan merapatkan atau melonggarkan kayu-kayu tadi sesuai irama, semakin lama hentakan akan semakin cepat. Pemain hanya perlu memperhatikan irama dan kapan kayu akan dilonggarkan, bila sudah menyatu dengan irama dan hitungannya maka si pemain akan meloncat kedalam dan terus meloncat hingga ujung satunya.Bila salah meloncat, jangan salahkan bila Anda menjerit karena kaki Anda terjepit...sadisss hahahaha. Tertarik untuk mencoba?



Acarapun selesai dan ditutup dengan tarian bersama memutari lamin, mirip dengan tarian Bon Odori di Jepang. Seru dan yang pasti sangat menyenangkan, karena kita bisa berbaur dan berbagi keceriaan bersama warga setempat dan wisatawan lainnya.

Time for photo session...



Keluar Lamin dan melihat cindera mata khas Dayak...



Sebagai informasi, Anda bisa menyewa pakaian adat Dayak dengan membayar sekitar 25rb...criiing plus tambahan biaya bila ingin foto dengan anak-anak kecil yang berbusana adat ataupun dengan wanita-wanita Dayak dengan telinga panjangnya yang khas tersebut.

And finally...selamat tinggal Pampang dan kami pun menuju destinasi berikutnya..."Kebun Raya Samarinda" *tepok jidat.

2 komentar: